Oleh : Isna.
Tak bisa dihindari era digital, telah tiba dan merasuk dalam setiap aspek kehidupan Gen Z, tumbuh bersama internet, telah menjadikan media sosial sebagai ruang hidup. Namun, dibalik manfaat konektivitas, ruang digital yang didominasi oleh sistem sekuler kapitalis, menghadirkan masalah serius.
Berdasarkan berita, gen z berada di bawah tekanan besar dari media sosial. tekanan ini, menurut detik.com, 21/4/25, merupakan faktor utama menurunnya kesehatan mental, memicu kecemasan, keputusan, dan keraguan diri. Media sosial yang beroperasi di bawah logika kapitalis, mendorong kepuasan instan, perbandingan sosial, dan kebutuhan untuk tampil sempurna.
Ketika sekularisme yang secara fundamental memisahkan agama dari kehidupan, batasan moral jadi kabur dan lentur, tunduk pada tren pasar dan budaya populer. Gen z menjadi rentan terjerumus dalam budaya yang mengutamakan kepuasan materi dan nafsu, menjauh dari aspek pemahaman islam yang sempurna. Selama paradigma masyarakat dibangun atas sekuler-kapitalis, konten dan interaksi digital akan terus mengikuti logika pasar dan budaya populer, bukan nilai-nilai Islam. Ini adalah permasalahan sistemik, melindungi generasi saat ini, tidak bisa hanya dengan usaha individu.
Meski demikian, Gen Z, masih berpotensi kuat sebagai agen of change. Mereka sangat cakap menggunakan kanal digital sebagai wadah keadilan dan isu sosial politik. Mereka pun relatif mudah bergerak, cepat tancap, memotong jalur tradisional birokrasi dan media konvensional. Namun, aktivitas tersebut hanyalah bersifat reaktif, yang diperlukan adalah perubahan paradigma total dari sekular kapitalis menuju paradigma islam yang utuh.
Sebagai cara hidup, Islam mampu menyediakan sudut pandang universal, islam mengatur sebaik-baiknya aspek moralitas, etika, interaksi sosial, pendidikan, media dan penggunan teknologi.
Dalam pandangan Islam, teknologi dilihat sebagai amanah dari Allah bukan alat hiburan atau promosi diri. Jika digunakan sebagaimana mestinya adalah agar selalu bermanfaat setiap tindakan digital dan mengarahkan pada kebenaran dan mencegah kemungkaran.
Gen z harus berfokus pada solusi sistemik dan intelektual berbasis Islam, bukan hanya reaksi emosional semata. Gen z tidak mampu mengembalikan paradigma Islam sendirian, melainkan butuh sistem yang mendukung, dan kerjasama penuh antara masyarakat dan keluarga, sehingga terwujud suasana yang mendorong pada kebaikan. Negara memastikan bahwa ruang publik termasuk media dan pendidikan didasarkan pada prinsip-prinsip Islam bukan cita-cita sekuler dan kapitalis.
Bagi seorang muslim yang memiliki seperangkat aturan Islam yang benar, teknologi adalah alat yang kuat untuk dakwah, pendidikan dan perubahan. Inilah mengapa kembali ke sistem Islam sangat mendesak. Ini bukan tentang nostalgia melainkan kebutuhannya untuk mendidik dan mampu menangani masalah yang akan dihadapi oleh generasi masa kini dan masa yang akan datang. Dengan mengubah estafet digital dari alat distraksi menjadi alat kontribusi, berarti merebut kembali akal dan jiwa generasi masa kini dan masa yang akan datang. Dengan mengubah estafet digital dari alat distraksi menjadi alat kontribusi, berarti merebut kembali akal dan jiwa generasi Z.
