Oleh Annida K. Ummah
(Tangerang)
Era digital semakin hari semakin massif. Generasi yang paling adaptif dengan keadaan ini adalah Gen Z. Pergerakan perkembangan digital yang cepat mudah dikejar oleh gen Z. Mulai dari bersosialisasi, bermain gim, masalah belajar/ edukasi, hingga jual beli mudah untuk diikuti oleh gen Z. Perkembangan digital hari ini memang memberikan kemudahan apalagi untuk gen Z. Gen Z yang dinilai sebagai generasi lemah memiliki potensi kritis dan mampu menginisiasi perubahan melalui sosial media. Meski demikian tetap tak terelakkan banyak pengaruh buruk dari cepatnya perkembangan digital.
Media sosial bukan hanya tempat untuk berekspresi, tetapi juga arena persaingan yang tak terlihat. Standar kecantikan yang nyaris sempurna, gaya hidup mewah yang dipertontonkan, serta tuntutan untuk selalu tampil menarik sukses menciptakan tekanan yang luar biasa bagi Gen Z. (News.detik.com, 21/4/25)
Jumlah pengguna internet di Indonesia kembali mencatat rekor baru. Berdasarkan laporan terbaru Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bertajuk “Profil Internet Indonesia 2025”, pada semester pertama tahun ini jumlah pengguna internet di Tanah Air telah mencapai 229.428.417 jiwa. Angka ini menunjukkan kenaikan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, menandakan internet kian menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. (Cloud.computing.id, 12/8/25)
Banyak mahasiswa dan warga sipil yang turun ke jalan. Tapi, ada juga anak muda gen Z (lahir pada 1997-2012) yang tidak bisa ikut demonstrasi sehingga lebih memilih untuk bersuara lewat media sosial.
Dalam era digital, media sosial (medsos) memungkinkan kita untuk memperbincangkan kondisi sekitar. Selain fisik di tempat, aksi massa yang ramai bisa dilakukan lewat satu unggahan medsos. Contohnya fitur Instagram memungkinkan audiens mengunggah ulang Instagram Story orang lain hanya dengan klik Add yours. Di X (dulu Twitter), orang dengan mudah bisa klik Repost.
Melakukan protes lewat medsos dianggap efektif oleh Bima Yusril Pratama (22) seorang mahasiswa ilmu komunikasi yang baru lulus. Bima kerap mengomentari kebijakan publik lewat akun personal X dan Instagram. Ia menganggap gelombang massa #IndonesiaGelap bermula dari X. (Kompas.id, 4/3/25)
Ruang digital memiliki suasana tidak netral, karena didominasi oleh nilai sekuler kapitalistik. Standar kecantikan yang beredar di sosial media adalah standar kecantikan ala sekuler. Seseorang dinilai cantik jika ia memiliki tubuh yang tinggi, putih, rambut lurus, serta berpakaian terbuka. Gaya hidup yang disajikan pun adalah gaya hidup ala kapitalistik. Seseorang dinilai telah sejahtera dari apa yang mereka gunakan atau apa yang mereka bawa. Bahkan menomor duakan etika. Karenanya banyak orang yang rela melakukan pencitraan di sosial media demi memenuhi tuntutan sosial media. Menuntut hal konyol hanya karena sebuah tumbler misalnya. Tuntutan untuk tampil sejahtera ala kapitalis massif beredar di sosial media. Dampak hal ini tak jarang menimbulkan tekanan tersendiri bagi gen Z seperti problem mental.
Adapun di lain sisi, adanya sosial media mendorong gen Z melakukan pembentukan opini di tengah masyarakat. Seperti yang terjadi di awal tahun 2025, gen Z yang tidak bisa turut serta ke jalan memilih bergerak di ruang digital sehingga terbentuk opini di tengah masyarakat tentang #IndonesiaGelap.
Melihat kedua hal di atas, penting bagi kita terutama umat Islam untuk menyelamatkan generasi dari pengaruh hegemoni ruang digital yang sekuler kapitalistik. Memberikan kesadaran penuh bahwa standar hitam putih hidup adalah syariat Islam. Bukan trending topic sosial media.
Gen Z selaku generasi muda Islam penerus estafet perjuangan, harus memiliki sikap dan arah yang jelas di persimpangan jalan kapitalistik ini. Gen Z harus berani berideologi Islam agar ia bisa melangkah tegak di arus kehidupan yang sekuler dan kapitalis.
Untuk membentuk karakter diri yang tegas dan benar sesuai syariat Islam, perlu adanya sinergi dari keluarga, masyarakat, dan negara. Keluarga perlu membentuk standar benar salah adalah segala sesuatu yang sesuai dengan syariat Islam, meski berbeda dengan arus kehidupan kapitalistik. Masyarakat harus berani menegur generasi jika ajang eksistensi diri mereka berlebihan/ tidak sesuai syariat di sosial media. Negara perlu menghadirkan pendidikan dan aturan bermasyarakat yang sesuai dengan aqidah masyarakat. Sehingga dengan hal ini diharapkan gen Z dan generasi lainnya bisa menentukan langkah yang shahih di persimpangan jalan peradaban ini. Wallahu a'lam bi Ash showwab[]
Tags
opini