Bunuh Diri di Kalangan Pelajar Buah Busuk Sekularisme


Oleh : Mimin Aminah, Ciparay Kab. Bandung.


      
Kasus bunuh diri di kalangan pelajar tidak bisa dianggap remeh, pasalnya mereka adalah generasi calon pemimpin bangsa, seperti dilansir dari MediaIndonesia.Com 31/10/25. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinan mendalam atas terjadinya dua kasus bunuh diri yang melibatkan pelajar di Sawahlunto, Sumatera Barat dan di Sukabumi, Jawa Barat. Dua peristiwa tragis pelajar bunuh diri ini menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan dan keluarga untuk lebih peka terhadap kesehatan mental anak dan remaja. Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, menegaskan bahwa setiap kasus yang kehilangan harapan hidup mencerminkan lemahnya sistem deteksi dini terhadap masalah Psikologis di lingkungan sekolah dan keluarga.

KPAI mendorong pemerintah daerah dan sekolah untuk mengintegrasikan sistem deteksi dini dalam ekosistem pendidikan melalui langkah-langkah : penguatan fungsi guru, khususnya guru Bimbingan Konseling(BK), agar lebih proaktif memantau kondisi sosial-emosional siswa, pelatihan guru dan sebaya (peer counselor) dalam mengenali tanda-tanda depresi, stres, atau perilaku menarik diri, koordinasi berlapis antara sekolah, Puskesmas,dan dinas terkait saat ditemukan anak dengan resiko tinggi. Pemanfaatan data presensi perilaku dan interaksi sosial siswa sebagai indikator awal kesejahteraan mental.

KPAI mengajak semua pihak keluarga, sekolah masyarakat dan pemerintah untuk memperkuat Suport System bagi anak, pencegahan bunuh diri bukan hanya urusan Psikolog melainkan tanggung jawab sosial bersama "kita perlu hadir dan mendengar anak-anak kita, satu pecakapan penuh empati dapat menyelamatkan nyawa dan masa depan mereka " tegas Ari Adi Leksono.

Angka bunuh diri yang meningkat di kalangan pelajar perlu dicermati, tidak semua bunuh diri disebabkan bulying, fakta ini menggambarkan bahwa kepribadian yang rapuh pada remaja merupakan faktor yang mendorong mereka bunuh diri, kerapuhan kepribadian anak mencerminkan lemahnya dasar akidah mereka, disamping itu paradigma Barat menganggap anak baru dewasa ketika berusia 18 tahun sehingga seringkali anak sudah Baligh namun masih diperlakukan sebagai anak dan tidak dididik untuk menyempurnakan akalnya, dan ketika ada masalah mereka tidak mampu menghadapinya dan memilih bunuh diri sebagai solusinya.

Semua ini adalah implikasi dari pendidikan sekuler yang hanya sekedar mengejar prestasi fisik dan mengabaikan pengajaran agama, agama hanya diajarkan secara teori tapi tidak meninggalkan pengaruh yang menjasad pada anak, mereka menjadi generasi Stroberi yang bagus di luar tetapi lembek didalam. Bunuh diri adalah puncak dari gangguan kesehatan mental, sedangkan gangguan kesehatan mental adalah buah dari berbagai persoalan yang terjadi mulai dari kesulitan ekonomi, konfliks orang tua termasuk perceraian hingga tuntutan gaya hidup. 

Semua ini akibat dari penerapan sistem Sekulerisme Kapitalisme yang menjauhkan agama dari kehidupan sehingga anak jadi gersang Iman dan tidak punya pedoman hidup.
Berbagai faktor tersebut termasuk faktor non klinis yang mengpengaruhi gangguan mental dan juga paparan media sosial terkait bunuh diri dan komunitas sharing bunuh diri semakin banyak mendorong  remaja dan anak-anak makin rentan bunuh diri.

Berbeda apabila sistem yang diterapkan adalah Islam, Islam menjadikan dasar pendidikan mulai dari keluarga, sekolah dan seluruh jenjang pendidikan adalah akidah Islam yang  akan mewujudkan pola pikir dan pola sikap Islam sehingga pada  siswa terbentuk kepribadian Islam yang akan memiliki kekuatan dalam menghadapi setiap kesulitan 
Kurikulum pendidikan Islam memadukan penguatan kepribadian Islami (karakter) dengan penguasaan kompetensi ilmu sehingga murid mampu  mrnyikapi berbagai persoalan kehidupan secara syar'i dan menjadikan mereka pribadi yang kuat dan tidak gampang drepesi.

Dalam Islam ketika Baligh anak diarahkan untuk aqil sehingga pendidikan anak sebelum Baligh adalah pendidikan yang mendewasakan dan mematangkan kepribadian Islamnya dan ketika ada masalah mereka bisa berpikir realistis. Dengan penerapan Islam mampu mencegah terjadinya gangguan mental dan dengan akidah Islam mampu menjaga kewarasan mental anak sekaligus memberikan solusi persoalan ini secara tuntas, karena Islam mewujudkan kebaikan pada aspek non klinis seperti jaminan kebutuhan pokok, keluarga harmonis juga arah hidup yang benar sesuai tujuan penciptaannya.
Wallahu a'lam bish shawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak