Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Masalah kekerasan kian mengular dan sulit menemukan solusi. Bahkan kasus kekerasan makin di luar nalar dan jauh dari yang dibayangkan selama ini.
Tengok saja kasus rumah tangga yang terjadi Kabupaten Malang, Jawa Timur, tepatnya wilyah Sumbermanjing wetan. Jasad wanita hangus terbakar ditemukan pihak kepolisian pada pertengahan Oktober 2025. Awalnya masyarakat sekitar curiga karena ada gundukan tidak biasa di kebun tebu. Kemudian warga membongkarnya dan ditemukan mayat yang sudah gosong (beritasatu.com, 18-10-2025). Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak kepolisian setempat, akhirnya dipastikan bahwa pelaku adalah suami korban.
Kasus kekerasan tidak hanya menyapa rumah tangga, namun juga terjadi dalam lingkungan sekolah dan pergaulannya. Seorang remaja berusia 16 tahun diduga telah melakukan pencabulan dan membunuh anak perempuan berusia 11 tahun pada 13 Oktober 2025 lalu. Masyarakat pun geger karena korban ditemukan dalam keadaan yang mengenaskan di rumah pelaku (beritasatu.com, 15-10-2025).
Kasus kekerasan yang terjadi kian beragam. Salah satunya yang juga tidak manusiawi adalah kasus yang terjadi di Dairi, Sumatera Utara. Seorang ayah (42) tega melakukan kekerasan seksual pada putri kandungnya (15). Keterangan korban menyebutkan kejadian tersebut berlangsung sejak tahun 2022 (kompas.com, 18-10-2025). Ancaman terus dilakukan pelaku kepada korban agar perbuatannya tidak terbongkar. Berdasarkan keterangan pelaku, pelaku melakukan perbuatan hinanya saat istrinya sedang ke ladang atau tengah tertidur lelap di rumah.
Refleksi Kerusakan Sistem
Rentetan kasus kekerasan menjadi tamparan keras bagi kita semua. Kekerasan kian marak terjadi, baik dalam rumah tangga maupun di sekolah atau lingkungan tempat tinggal.
Kekerasan yang terlalu sering terjadi di rumah tangga akan mempengaruhi ketahanan berkeluarga. Terlebih para anggota keluarga yang tidak memiliki pemahaman yang benar terkait rumah tangga. Kerusakan dan keretakan rumah tangga akan berdampak pada proses pendidikan anak. Terlebih pada perilaku anak remaja yang masih belum stabil secara emosional. Wajar adanya saat kekerasan yang terjadi di rumah kemudian ditiru dan dilakukan di luar rumah. Dampaknya, fenomena ini menjadikan lingkungan sebagai sasaran emosi dan amarahnya. Inilah pola yang biasa terjadi. Anak-anak yang terlibat dalam kekerasan, hampir bisa dipastikan keluarganya juga sering melakukan kekerasan, baik verbal maupun perbuatan.
Sistem yang kini diadopsi telah menciptakan kekeliruan dalam memahami esensi kehidupan. Kehidupan hanya dianggap sebagai sarana untuk meraih manfaat, materi dan kesenangan belaka. Tanpa mampu menerapkan rambu-rambu aturan agama dalam menjalankannya. Inilah sekularisme. Sistem yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan. Agama hanya dijadikan aturan ritual. Padahal aturan agama-lah yang menjaga jalannya kehidupan agar sesuai fitrah manusia. Yakni menempatkan kehidupan sebagai sarana beribadah hanya untuk Allah SWT.
Sistem rusak ini pun tidak mampu menciptakan kekuatan berpikir dan pemahaman yang utuh tentang hikmah suatu cobaan. Segala cobaan yang datang, dilawan dengan emosi tanpa batas dan kekerasan yang meluap-luap.
Parahnya lagi, sistem sekularisme yang destraktif ini berdiri di atas konsep yang batil, yakni kapitalistik. Konsep yang hanya mengutamakan kesenangan jasadiyah, materi dan manfaat duniawi lainnya tanpa memperhatikan konsep halal haramnya suatu perbuatan. Manusia pun akhirnya melewati batas sifat kemanusiaannya. Bahkan lebih liar daripada binatang buas. Naudzubillahi min dzalik.
Sistem cacat ini juga bertambah rusak karena sistem sanksi yang ada tidak mampu menerapkan hukum (sanksi) dengan batasan yang jelas dan tegas. Individu akhirnya berbuat semaunya tanpa ada kendali.
Islam, Penjaga Utama
Sistem Islam menjadi satu-satunya sistem yang memberikan harapan terkait penjagaan keselamatan dan nyawa manusia.
Sistem Islam menetapkan bahwa nyawa manusia adalah sesuatu yang berharga sehingga harus dilindungi keberadaannya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia."
(QS. Al-Ma'idah: 32)
Islam memiliki strategi dan mekanisme yang khas terkait penjagaan nyawa manusia.
Pertama, negara menetapkan sistem edukasi yang berlandaskan pada akidah Islam. Dengannya, setiap individu mengetahui bahwa kehidupan adalah sarana untuk ibadah demi menggapai rida Allah SWT. Dengan ini pula, individu mengetahui konsep halal dan haramnya perbuatan. Sehingga individu mampu menempatkan masalah sebagai sarana untuk kembali dan muhasabah diri. Individu pun mampu mengelola emosi dan amarah dengan landasan takwa.
Kedua, sistem Islam mampu mengantisipasi tindakan kekerasan, apapun bentuknya, baik dalam rumah tangga, maupun dalam lingkungan masyarakat. Setiap individu mampu menguatkan iman dan takwa dengan terus mengasah ketrampilan melalui edukasi akidah Islam. Dan mencari solusi yang adil pada setiap masalah yang dihadapi dengan ilmu iman.
Ketiga, negara sebagai penjamin keadaan ekonomi rakyat. Rakyat tidak tertekan secara ekonomi serta mampu mengelola finansial keluarga dengan baik. Rakyat yang sejahtera biasanya mampu mengelola emosi dengan baik, terlebih bagi individu yang sudah memiliki bekal takwa.
Keempat, negara mampu menetapkan sistem sanksi yang tegas dan adil. Sehingga setiap masalah kekerasan mampu ditindak tegas tanpa meninggalkan rantai masalah yang berkepanjangan.
Demikianlah sistem Islam yang menjaga kemuliaan dan keselamatan nyawa setiap individu warga negaranya. Semua konsep ini hanya mampu diterapkan dalam satu institusi yang khas yakni khilafah. Satu-satunya wadah yang dicontohkan Rasulullah SAW. Dengannya nyawa terjaga, rahmat Allah SWT. tercurah sempurna.
Wallahu'alam bisshowwab.
Tags
Opini