Oleh : Ummu Aqeela
Badai gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mengancam ratusan pekerja di PT. Polowijo Gosari Indonesia yang berada di Jalan Raya Deandles, Desa Doudo, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik. Ratusan pekerja pabrik produsen pupuk berbasis Dolomit yang terancam PHK tersebut terdiri dari beberapa bidang pekerjaan.
Informasi yang dihimpun, ratusan pekerja yang terdampak PHK telah menerima surat resmi, mereka diperbolehkan tetap bekerja hingga batas waktu tanggal 25 Mei 2025. Pihak perusahaan berdalih pengurangan tenaga kerja ini diambil terjadi karena efisiensi atau kondisi ekonomi perusahaan yang sedang tidak stabil.
“Iya ada pengurangan pekerja, jumlahnya ratusan, mereka selama ini bekerja di bidang produksi, kantor, bahkan Security,” kata salah satu pekerja PT. Polowijo Gosari Indonesia yang enggan disebut identitasnya, Sabtu (22/5/2025).
Ia menyebut, pihak perusahaan saat ini telah berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Gresik perihal rencana pengurangan tenaga kerja besar-besaran tersebut. Namun ia memastikan perusahaan masih tetap berjalan secara efektif.
(Suara Indonesia, 24 Mei 2025)
Dalam sistem kapitalisme, buruh hanya dianggap sebagai faktor produksi sebagaimana bahan baku, mesin, dan alat produksi lainnya. Ketika perusahaan menghendaki penghentian produksi, buruh pun dikorbankan. Buruh tidak dianggap sebagai mitra kerja pengusaha dan tidak dipandang sebagai manusia yang memiliki kebutuhan untuk hidup atau rakyat yang harus dilindungi.
Para buruh korban PHK menjadi pengangguran, sementara itu, harga barang dan jasa membumbung tinggi.Kondisi ini membuat nasib buruh makin tertekan. Ini akibat sistem ekonomi kapitalisme yang ditetapkan oleh negara dan buruknya iklim investasi di Indonesia.
Aksi demi aksi yang digelar buruh tidak ada hasilnya. Pemilik modal tetap kuat dengan keputusan sepihaknya. Sedangkan pemerintah pasrah saja dengan kebijakan perusahaan. Tidak ada pembelaan pemerintah terhadap para buruh.
Akibatnya buruh harus membela dirinya sendiri dengan membuat serikat buruh. Namun, kekuatan serikat buruh tidak cukup kuat untuk melawan kezaliman korporasi. Padahal negara punya kuasa untuk memaksa korporasi memberikan hak-hak buruh. Namun, negara justru berada di pihak pengusaha.
Tidak ada pihak yang bertanggung jawab terhadap nasib para buruh setelah di-PHK. Baik itu perusahaan maupun pemerintah. Buruh pun harus berjuang sendiri untuk mencari nafkah demi menjaga kelangsungan hidupnya beserta keluarga. Demikianlah zalim dan rusaknya sistem kapitalisme.
Sangat berbeda dengan Islam. Sistem Islam memandang buruh terletak pada hubungan antara buruh, pengusaha (pemberi kerja), dan negara (pemerintah). Dalam Islam, buruh adalah mitra pengusaha. Keduanya saling tolong-menolong dalam mewujudkan kebaikan sebagaimana perintah Allah ﷻ,
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
(QS Al-Maidah [5]: 2).
Hubungan buruh dengan pengusaha adalah hubungan yang saling memberi kebaikan. Buruh memberi jasa dan pengusaha memberi upah. Keduanya saling tolong-menolong dalam aktivitas produksi. Kedudukan keduanya setara sehingga tidak ada kezaliman antara satu dengan yang lain.
Sedangkan hubungan negara dengan buruh adalah hubungan ri’ayah (pengurusan urusan rakyat), demikian pula hubungan negara dengan pengusaha. Negara berfungsi sebagai raa’in (pengurus rakyat) yang wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat, termasuk buruh, berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok rakyat ada di tangan negara.
Pengusaha tidak berkewajiban menjamin kebutuhan pokok karyawannya. Kewajiban pengusaha adalah memberikan upah kepada buruh secara layak, sesuai kesepakatan keduanya. Sehingga terwujud keadilan, tidak ada kezaliman.
Negara yang berasaskan Islam Kaffah yaitu Daulah Khilafah berperan untuk mewujudkan suasana investasi yang kondusif sehingga industri bisa tumbuh dengan baik dan Negara akan menghilangkan pungutan-pungutan (pajak, retribusi, dan pungli) yang membebani pengusaha. Jika ada perusahaan yang bangkrut, Khilafah wajib menyediakan lapangan kerja bagi rakyat yang menjadi korban PHK.
Khilafahlah akan mengelola sumber daya alam (SDA), dan hasilnya akan digunakan untuk pada kepentingan umat. Khilafah juga melakukan industrialisasi.Hal ini akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat. Bagi rakyat yang ingin bertani, Khilafah akan menyediakan lahan dan alat produksi pertanian. Bagi rakyat yang ingin berbisnis, Khilafah akan membantu permodalan dan bimbingan sehingga berhasil.
Dengan demikian, tidak ada lagi rakyat yang hidup kekurangan karena tidak punya atau kehilangan pekerjaan. Semua rakyat akan mampu memenuhi kebutuhan keluarganya berupa sandang, pangan, dan papan. Sedangkan kebutuhan pokok berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan disediakan oleh negara secara gratis.
Oleh karena itu fenomena PHK massal yang terjadi memerlukan intervensi negara yang memiliki pemahaman kepengurusan sesuai dengan syariat Islam. Dan semua kebijakan tadi akan menyelamatkan nasib karyawan dari terkena PHK. Sayangnya, kebijakan ini tidak bisa diterapkan dalam sistem kapitalisme sekarang karena hanya berlaku dalam sistem Islam kaffah dalam sebuah Daulah yang bergelar Khilafah Islamiyah.
Wallahu’alam bishshowab.
