Layanan Kesehatan adalah Hak Semua Warga



(Sari Isna_Tulungagung)



Akses dan pelayanan kesehatan yang baik merupakan salah satu hak dasar bagi setiap manusia. Masyarakat berhak memperoleh akses pencegahan dan pengobatan suatu gangguan/penyakit dalam dirinya, baik dengan cara mengobati secara mandiri, rawat jalan, dan rawat inap. Tapi faktanya, 80% warga desa masih melakukan pengobatan sendiri, Sehingga muncul pertanyaan, sudahkah fasilitas kesehatan merata di Indonesia?

Pemerataan kesehatan di Indonesia nyatanya belum terjadi, apabila dilihat dari upaya pengobatan masyarakat di perdesaan dan perkotaan Menurut World Health Organization (WHO), mengobati secara mandiri atau self-medication adalah upaya pengobatan pada suatu gangguan atau gejala tanpa adanya konsultasi pada tenaga kesehatan terlebih dahulu. Fenomena mengobati sendiri ini cenderung banyak terjadi di wilayah perdesaan dibanding perkotaan. Fenomena mengobati diri sendiri nyatanya dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti status ekonomi dan akses tempat tinggal. Semakin tinggi status ekonomi, semakin mudah masyarakat mengobati dirinya melalui tenaga kesehatan melalui upaya pengobatan rawat inap atau rawat jalan. Sedangkan, masyarakat desa/ekonomi menengah ke bawah cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan rawat inap/jalan akibat beberapa hambatan, mulai dari minimnya akses jalan, hingga tidak adanya finansial yang memadai. (goodstats.id, 06/06/2024)

Selain masalah pemerataan pengobatan,ternyata kebutuhan dokter dan tenaga medis sangat dibutuhkan juga, seperti yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan penduduk Kalimantan Tengah berjumlah sekitar 2,7 juta jiwa, sehingga memerlukan 2.700 dokter. Namun saat ini, jumlah dokter hanya ada 800 orang, sehingga masih memerlukan sekitar 1.900 dokter lagi untuk mencapai ideal. Menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Suyuti Syamsul, kebutuhan dokter saat ini masih banyak. Lantaran apabila mengikuti rasio baru, setiap seribu penduduk, memerlukan satu orang dokter. (rri.co.id, 01/10/2024)

Di lain sisi, program jaminan kesehatan yang digadang-gadang mampu meringankan biaya kesehatan nyatanya tidak mampu mengcovernya. Program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN menghadapi risiko beban jaminan kesehatan yang lebih tinggi dari penerimaannya. Muncul saran agar iuran naik, tetapi berdasarkan perhitungan terbaru, iuran BPJS naik hingga 10% pun tidak cukup dan masih berpotensi menyebabkan defisit dana jaminan sosial.(finansial.bisnis.com,07/12/2024)

Dengan berbagai problem kesehatan di lapangan menunjukkan masih banyak ditemukan: fasilitas dan tenaga kesehatan yang tidak merata, berbiaya mahal/komersialisasi, dan adanya jaminan sosial yang makin memberatkan ditanggung sendiri oleh warga. Alih-alih mendapat layanan terbaik, ternyata tidak semua warga negara bisa mengakses layanan kesehatan.

Dalam sistem kapitalisme, kesehatan justru dikapitalisasi atau menjadi ladang industri. Kesehatan merupakan komoditas bisnis sehingga para kapitalis bersaing menyediakan fasilitas kesehatan dengan harga yang mahal demi mendapatkan keuntungan. Bisa dipastikan narasi pemerintah soal anggaran kesehatan yang diprioritaskan dan upaya peningkatan standarisasi profesi kesehatan sejatinya bukan untuk rakyat, melainkan demi melayani kepentingan korporasi. Belum lagi masalah pendidikan menjadi nakes yang sangat mahal, berimbas pada kurangnya jumlah nakes yang dibutuhkan.

Kepemimpinan sekuler menjadikan penguasa abai terhadap perannya sebagai raa’in (pengurus) rakyatnya. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Negara sudah merasa cukup memberikan jaminan kesehatann dengan program BPJS nyadan membiarkan rakyatnya membiayai sendiri layanan kesehatan melalui iuran. Negara tidak memastikan tiap-tiap warganya bisa mengakses layanan kesehatan dengan baik.

Berbeda dengan sistem kapitalisme, dalam sistem Islam kesehatan merupakan kebutuhan dasar publik yang wajib disediakan negara. Negara wajib memastikan tiap-tiap individu rakyat mendapatkan layanan kesehatan terbaiknya. Jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat ini hanya mungkin terwujud dalam sistem kepemimpinan Islam. Khalifah berperan sebagai raa'in, yang menjamin terpenuhinya layanan kesehatan hingga pelosok, dengan fasilitas yang memadai, berkualitas, dan gratis. Pembiayaan layanan kesehatan diambilkan dari kas negara yang bersumber dari hasil pengolahan sumber daya alam yang dimiliki negara.

Dari aspek tenaga kesehatan, negara akan memastikan terkait kecukupan jumlah tenaga kesehatan, sebaran yang merata, dan kualitas yang harus sesuai dengan standar. Dan ketersediaan pendidikan yang mencetak tenaga kesehatan berkualitas disediakan secara gratis dan terjangkau oleh semua kalangan.

Sejarah mencatat bahwa layanan kesehatan pada masa kekhilafahan sangat luar biasa. Banyak bukti-bukti sejarah menunjukkan adanya layanan kesehatan yang berkualitas, di antaranya berdiri rumah sakit-rumah sakit dengan berbagai fasilitas yang lengkap. Disediakannya dokter-dokter dan tenaga kesehatan yang mumpuni dengan biaya pendidikan yang dijamin Negara. Hal itu dilakukan demi untuk memberikan layanan kesehatan terbaiknya untuk rakyat. Kholifah menjamin penuh kesehatan tiap warganya sebagai wujud tanggung jawab seorang pemimpin sehingga hak semua warga untuk memeperoleh pelayanan kesehatan bisa terpenuhi secara adil dan merata.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak