Belasan Juta Rakyat Antre Miliki Rumah Layak



Oleh : Silvy Anggra, M.M



Rumah layak huni seharusnya menjadi hak dasar bagi setiap warga negara, namun hingga kini, jutaan keluarga di Indonesia masih kesulitan untuk memilikinya. Penyebab utama dari masalah ini adalah harga rumah yang semakin tinggi, ditambah dengan tata kelola perumahan yang dipengaruhi oleh sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, perumahan lebih dipandang sebagai komoditas yang mengutamakan keuntungan dibandingkan dengan kebutuhan dasar masyarakat. Pemerintah, sebagai regulator, sering kali lebih memfasilitasi sektor swasta dalam mengembangkan perumahan untuk meraih keuntungan, sementara masyarakat miskin tetap terpinggirkan dalam upaya memperoleh rumah yang layak.

Kebijakan Pemerintah: antara Janji dan Realitas

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Perum Perumnas tengah mempersiapkan Program 3 Juta Rumah untuk menyediakan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program ini bertujuan untuk mengatasi kekurangan rumah terjangkau, namun masih menghadapi tantangan dalam pengadaan lahan dan pembiayaan yang memadai. Meskipun ada program tersebut, hampir 11 juta keluarga di Indonesia masih terjebak dalam antrean untuk mendapatkan rumah layak (Detik Finance).

Pemerintah juga merencanakan insentif bagi pengembang perumahan untuk mendorong lebih banyak partisipasi swasta dalam penyediaan rumah. Meski demikian, masih diperlukan kebijakan yang lebih efektif dan inklusif agar program perumahan ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama golongan berpenghasilan rendah (Detik Properti).

Kepemimpinan Populis dan Kapitalisme dalam Kebijakan Perumahan

Analisis ini mengungkapkan adanya gaya kepemimpinan populis dalam kebijakan perumahan, di mana pemerintah berusaha menciptakan citra bahwa mereka bekerja untuk rakyat, tetapi sejatinya kebijakan tersebut lebih menguntungkan sektor swasta. Program-program seperti Program 3 Juta Rumah seringkali hanya menjadi alat untuk menarik perhatian publik tanpa memberikan solusi konkret bagi masalah perumahan rakyat. Kebijakan ini lebih mendekati kepentingan ekonomi daripada pemenuhan hak dasar rakyat. Dalam sistem kapitalisme, perumahan menjadi komoditas yang diperdagangkan, bukan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara.

Solusi dan Perubahan Paradigma

Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada perubahan paradigma dalam kebijakan perumahan. Negara harus memandang perumahan sebagai hak dasar yang harus dipenuhi, bukan sebagai barang yang diperdagangkan di pasar. Dalam konteks ini, peran pemerintah sebagai pengelola kebijakan harus lebih fokus pada kesejahteraan rakyat dan penyediaan perumahan yang layak untuk seluruh masyarakat. Pemerintah harus berhenti memprioritaskan sektor swasta dan mulai mendesain kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Menurut Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah (2021) dalam artikel Strategi Pembangunan Rumah Layak Huni dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Jayapura, meskipun ada upaya dalam menyediakan rumah layak, kebijakan yang ada masih belum sepenuhnya efektif. Hal ini memperkuat argumen bahwa negara harus mengubah pendekatannya, dengan menempatkan kesejahteraan sosial di atas keuntungan ekonomi, agar dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang mendesak.

Dengan kenyataan bahwa hampir 11 juta keluarga masih mengantri untuk mendapatkan rumah layak huni, jelas bahwa kebijakan yang ada saat ini belum cukup untuk mengatasi masalah ini. Negara harus mengambil langkah nyata dengan menyediakan perumahan sebagai hak dasar dan berupaya mengurangi ketergantungan pada sektor swasta yang lebih mengutamakan keuntungan ekonomi.

Rumah dalam Islam Bukan Ilusi

Dalam Islam, rumah adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara bagi setiap individu. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam 

QS. At-Taubah [9]: 24, Rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai,” 

menunjukkan bahwa setiap Muslim berhak tinggal di rumah yang layak dan aman. Negara berfungsi sebagai pelaksana syariat yang bertanggung jawab untuk menyediakan rumah layak bagi warganya, dengan menggunakan harta milik negara atau harta milik umum. Dalam hal ini, negara tidak hanya memberikan fasilitas, tetapi juga mengatur pembangunan perumahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Prinsip pembangunan perumahan dalam Islam berfokus pada beberapa aspek, berdasarkan pengkajian kitab para ulama dan hadits Rasulullah SAW. Pertama, rumah harus aman dan nyaman, sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh ada yang membahayakan (HR Ibnu Majah). Kedua, negara harus menjamin aksesibilitas bagi seluruh umat, dengan menggunakan harta milik umum untuk kemaslahatan rakyat. Ketiga, pembangunan harus mengedepankan prinsip keadilan dan pemerataan, menghindari monopoli tanah oleh korporasi, sesuai dengan ajaran Nabi yang menyatakan, “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya(HR Bukhari).

Rasulullah saw. bersabda, “Mulailah memberi nafkah dari orang-orang yang menjadi tanggunganmu, ibumu, ayahmu, saudara laki-lakimu, dan saudara perempuanmu; kemudian kerabatmu yang jauh(HR Nasa’i). 

Hadist ini mengajarkan pentingnya kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk rumah, kepada mereka yang tidak mampu.

Bila individu atau keluarga tidak mampu, negara harus memastikan bahwa mereka tetap mendapat tempat tinggal yang layak. Dalam hal ini, negara menggunakan harta milik umum dan kebijakan yang adil untuk menyediakan rumah bagi rakyat yang membutuhkan, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad saw.: “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya” (HR Bukhari), yang menunjukkan pentingnya pemberian hak atas tanah yang tidak terpakai.

Dengan sistem perumahan yang diatur oleh negara dalam Islam, setiap individu bisa tinggal di rumah yang tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga memberikan rasa aman, nyaman, dan terlindungi, sesuai dengan prinsip kemaslahatan umat. Wallahu’alam bish-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak