Oleh Dwi March Trisnawaty,
Mahasiswi Magister Sains Ekonomi Islam Universitas Airlangga
Maraknya pemberitaan terkait kasus pembunuhan di tengah masyarakat muslim di Indonesia dinilai semakin meresahkan. Apalagi pelaku dari kasus pembunuhan merupakan keluarga inti korban. Seperti yang dilansir dalam laman (Tribunnews.com, 28/08/2024) tertangkapnya pelaku dari Desa Kasugengan Kidul Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon, yang ditengarai telah menghabisi nyawa ayah kandungnya. Tidak sebatas itu saja, adik perempuan juga terluka akibat serangan. Motif pembunuhan diketahui tidak terima ditegur oleh sang Ayah karena menyiksa hingga melukai korban, pelaku tega menikam pisau ke tubuh Ayahnya sendiri sebanyak 3 kali tusukan. Berdasarkan kesaksian keluarga, pelaku sedang dalam pengaruh minuman keras sehingga emosinya tak terkontrol.
Begitu pula dengan kasus kematian seorang anak, diketahui akibat sering mengalami penyiksaan berupa tindak kekerasan dari pelaku yaitu ibu tirinya, terjadi di sebuah rumah kawasan Pontianak, Kalimantan Barat. Korban sempat dilaporkan menghilang sejak seminggu yang lalu. Setelah ditemukan, kondisi anak dalam keadaan tidak bernyawa dan secara mengenaskan terbungkus dalam karung. Lalu Polisi melakukan olah TKP sebanyak 67 reka adegan ulang di salah satu rumah yang menjadi lokasi ditemukannya korban. Terungkap bahwa korban sebelum menghembus nafas terakhirnya sempat dikurung di ruangan belakang rumah dan tidak diberi makan oleh ibu tirinya.
Dari kasus penyiksaan hingga hilangnya nyawa seorang anak maupun Ayah oleh keluarga inti seperti kasus di atas merupakan bagian dari sekian banyak kasus yang diberitakan dalam berbagai portal media. Hal ini berkesinambungan dengan data yang telah diteliti menunjukkan tingginya kasus pembunuhan bisa terjadi setiap 10 jam, satu orang mati terbunuh di Indonesia. Tingkat pembunuhan di Indonesia, menurut data WHO, mencapai 4,3 atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat pembunuhan di Asia Tenggara sebesar 3,8. (Kompas.id, 27/08/2024).
Fenomena tersebut membuktikan bahwasannya penerapan sistem sekulerisme kapitalisme telah merusak tatanan keluarga di tengah masyarakat muslim. Penyebab utamanya adalah sistem sekulerisme kapitalisme memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini juga memberikan kebebasan bertindak di dalam masyarakat termasuk tindakan kriminal. Akhirnya, dengan mudahnya manusia leluasa menyalurkan hawa nafsunya. Secara bebas tersalur keegoisan kepada keluarga berupa kekerasan, penganiayaan, hingga mampu menghilangkan nyawa seseorang. Sistem sekulerisme kapitalisme juga merupakan sistem yang mengagungkan materi di atas segalanya mejadi penyebab pudarnya rasa kasih sayang dan penjagaan terhadap keluarga. Sehingga dengan mudah merusak hubungan keluarga, menjauhkan keluarga dari rasa aman dan terlindungi.
Carut marut tatanan keluarga muslim tidak lain karena negara ikut berperan dalam menghilangkan dan bahkan merusak hubungan antar anggota keluarga. Hal ini terbukti dari kegagalan sistem pendidikan saat ini, menjauhkan aqidah Islam dalam kurikulum pembelajaran. Alhasil masyarakat tidak dapat mengenal hukum dari perbuatan maupun memisahkan hak dan bathil sesuai dengan hukum syara’. Bahkan tidak berlaku di tengah kehidupan masyarakat bebas berperilaku saat ini.
Demikian juga kegagalan ekonomi dan politik sistem sekulerisme kapitalisme. Peran penguasa sebagai pengurus rakyat nihil karena disibukkan pada membuat kebijakan untuk kepentingan oligarki yang secara nyata memberikan keuntungan demi mempertahankan kedudukan kursi kekuasaan. Penguasa secara terang-terangan mengesahkan kebijakan berdasarkan kepentingan pemilik modal dengan melegalkan khamr, riba, serta berbagai peraturan merusak lainnya yang dinilai dapat memberikan keuntungan pada kantong penguasa. Akhirnya mengabaikan urusan tatanan keluarga di masyarakat semakin hari semakin rusak, tidak hadirnya peran negara sebagai pengurus ummat.
Berbeda dengan sistem yang dibangun dalam Islam menjadikan kepala negara sebagai raa’in (penjaga dan mengawasi apa yang diurusinya) bertanggung jawab menjaga fungsi dan peran keluarga. Sistem Islam mengatur kehidupan berlandaskan seperangkat aturan yang telah diturunkan Sang Khalik, Allah SWT sebagai Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Petunjuk berupa Al-qur’an dan Hadist yang diwahyukan melalui wakil-Nya Rasulullah Muhammad SAW. Secara kaffah (menyeluruh) memberikan tuntunan kehidupan mulai dari level negara, masyarakat, hingga aturan pada individu manusia.
Islam menjaga tatanan keluarga melalui sistem pendidikan menyediakan pendidikan Islam yang berkualitas, gratis tanpa biaya, materi pembelajaran harus berasaskan aqidah Islam. Dari pendidikan tersebut, masyarakat mampu membedakan mana yang hak dan bathil, serta dapat melakukan perbuatan sesuai hukum syara’. Menjauhi larangan dan melaksanakan perintah Allah SWT. Dari segi sistem ekonomi Islam, kepala negara wajib memperhatikan kesejahteraan hingga per-individu dalam keluarga. Menghapuskan serta melarang privatisasi harta umum sesuai syariat yakni penjagaan pada air, api (pertambangan), dan padang rumput (hutan) yang hasilnya akan dikembalikan pada umat berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis.
Penerapan Islam kaffah yakni daulah Khilafah, mampu mewujudkan sistem kehidupan yang baik, dan tatanan keluarga dapat terjaga keamanannya serta keharmonisannya. Karena negara wajib melaksanakan penjagaan terhadap maqashid syariah kesejahteraan setiap lini keluarga. Sehingga kebaikan dapat terwujud di dalam masyarakat muslim.
Tags
Opini
