Oleh : Ummu Hayyan, S.P.
Saat mendengar kata ibu, maka akan tergambar sosok wanita yang lemah lembut dan pengertian. Seorang ibu akan senantiasa menjaga anak-anaknya agar senantiasa selamat dan bahagia dalam kehidupannya. Namun, sosok ini tidak terdapat pada seorang ibu berinisial E, seorang PNS guru TK di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Dia menyerahkan anak perempuannya yang telah menginjak usia remaja untuk dirudupaksa oleh seorang kepala sekolah berinisial J (41) yang juga seorang PNS. Kumparan.com.
Aksi pemerkosaan itu dilakukan J berulang kali. Kepsek dan guru TK itu berkenalan sejak tahun 2019. Lalu mereka menjalin asmara meski sama-sama memiliki pasangan. Meski begitu, E sedang pisah ranjang dengan suaminya. www.detik.com.
Untuk menutupi perselingkuhan itu, J berdalih mengajak anak korban untuk bertemu dengannya, sekaligus untuk ritual penyucian diri. Bahkan pelaku juga mengiming-imingi E membelikan motor Vespa matic jika membawa anaknya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, ibu korban mengakui ia sendirilah yang mengantarkan anaknya ke rumah tersangka beberapa kali untuk memenuhi nafsu bejatnya. Ibu korban juga pernah mengantar anaknya ke sebuah hotel di Surabaya atas permintaan kepsek amoral itu. www.detik.com.
Kejadian seorang ibu secara sadar mengantarkan anaknya untuk dirudupaksa sangatlah di luar nalar. Ibu yang seharusnya menjadi pendidik utama dan pertama justru melakukan kekejian luar biasa. Kejadian ini menunjukkan matinya naluri keibuan nyata adanya.
Hal ini semakin menambah panjang deretan potret buram rusaknya pribadi ibu. Tidak hanya itu, kejadian tersebut menunjukkan moral di tengah masyarakat begitu rusak luar biasa. Kerusakan ini tidak bisa dipandang hanya semata-mata kerusakan pribadi. Jika tata kehidupan individu dan masyarakat rusak, jelas hal itu merupakan cerminan sistem kehidupan yang ada saat ini.
Kehidupan yang dipengaruhi oleh aqidah sekularisme, membuat manusia beramal mengikuti hawa nafsunya. Sebab agama dipisahkan dari kehidupan.
Masifnya perselingkuhan hingga menjadikan anak sebagai korban pemuas nafsu, menjadi bukti bahwa batasan syariat tidak menjadi standar beramal.
Dampak aqidah sekularisme juga merusak sistem pendidikan. Sistem pendidikan seharusnya mencetak manusia berkepribadian Islam. Namun fakta yang terjadi, sistem pendidikan hanya menjadikan pribadi yang sekedar mengetahui ilmu tapi tidak untuk diamalkan. Seperti pada kejadian ini, para pelaku berasal dari tenaga pendidik yang seharusnya peduli dengan nasib generasi.
Sistem sanksi dalam sistem sekularisme juga tidak memberi efek jera para pelaku. Hal ini wajar, karena sistem sanksi sekularisme berasal dari kesepakatan antar manusia yang tidak mengetahui hakikat kebaikan untuk diri mereka. Oleh karena itu, sekalipun banyak yang mendapat sanksi dari kasus pencabulan, rudupaksa dan sebagainya, namun mereka tidak pernah jera bahkan memunculkan banyak pelaku baru.
Fenomena ini menunjukkan adanya persoalan sistemis dan menjadi bukti kegagalan penerapan sistem saat ini, khususnya sistem pendidikan dan sistem sanksi.
Islam Menjaga Fitrah Ibu
Cara pandang sekularisme tentu sangat berbeda dengan cara pandang Islam. Dalam Islam, kehidupan tidak boleh dipisahkan dari syariat Allah. Jadi, segala sesuatu harus terikat dengan hukum-hukum Allah, termasuk bagaimana memandang sosok seorang ibu.
Islam menetapkan peran dan fungsi seorang ibu yaitu sebagai pendidik pertama dan utama (madrasatul ula). Peran ini mulia, karena di tangan perempuan lah nasib generasi ditentukan. Baik buruk generasi, mulia hancurnya generasi dipengaruhi oleh peran perempuan. Sehingga peran madrasatul ula perempuan harus dijaga dan disadari oleh semua pihak.
Islam memiliki sistem pendidikan yang akan membentuk kepribadian Islam setiap individu. Pembentukan ini sangat realistis, mengingat sekolah maupun kuliah disediakan gratis oleh negara yang menerapkan sistem Islam. Di sekolah atau pun di kampus, setiap individu akan dibentuk agar memiliki kepribadian Islam. Aqliyah (pola pikir) mereka Islam dan nafsiyah (pola sikap) mereka juga Islam.
Strategi pendidikan yang demikian akan membuat atmosfer ketakwaan ada di mana-mana. Sehingga siapapun akan mengemban amanah besar, termasuk menjadi seorang ibu.
Islam memiliki sistem sanksi (uqubat) yang ketika ditetapkan oleh negara akan mampu menjaga setiap individu dalam kebaikan, ketaatan, dan keberkahan Allah. Sistem uqubat Islam membawa dua efek yang efektif dan efisien sekaligus. Yakni, efek Jawabir (sebagai penebus dosa kelak di akhirat) dan efek Zawajir (mencegah masyarakat berbuat serupa karena merasa ngeri atas hukuman yang diberlakukan).
Pada kasus tersebut, ibu dan selingkuhannya akan dikenai hukuman rajam jika sudah berzina, karena termasuk pezina muhsan (sudah menikah). Pelaku rudupaksa itu juga akan dihukum rajam karena melakukan perzinaan dengan seorang anak. Hukum rajam ini harus dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat terjaga dari perbuatan nista dan para pelaku kemaksiatan akan jera. Dengan penerapan sanksi tersebut, peran ibu sebagai madrasatul ula akan terjaga. Anak-anak pun akan mendapatkan jaminan keamanan.
Semua ini hanya mampu diterapkan oleh negara yang menerapkan aturan Allah secara sempurna.
Wallaahu a'lam bish shawwab
Tags
Opini
