Oleh : Eka Ummu Hamzah
(Pemerhati Masalah Publik)
Minggu, 4-8-2024 telah dilaksanakan Miss Beauty Star di Jakarta, tepatnya di gedung Grand Ballroom Orchardz, Industri Hotel Jakarta Pusat.Begitulah kabar yang beredar di sosial media dilansir dari (Suara.com, 10-82024 ).
Kabar ini sontak saja dihujani beragam komentar dan juga kritik dari berbagai kalangan di negeri ini, terutama Muslim Aceh. Pasalnya, pemenang ajang kecantikan waria ini berselempang (berasal dari) Aceh yang diketahui bernama Nyak Ayu Saree. Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh mengecam dengan keras atas terselenggaranya kontes waria tersebut. Pihaknya juga menuntut pertanggungjawaban terkait izin dan rekomendasi partisipan dari Aceh tersebut.
LGBTQ+ Mengincar Pemuda Muslim
Memang benar, populasi kaum muda saat ini memang menjadi kelompok yang paling terpapar virus LGBTQ+ ini, khususnya di Asia termasuk Indonesia dan Malaysia yang mayoritas Muslim. Batas toleransi terhadap kaum melambai ini akhirnya semakin menipis, ini karena industri budaya saat ini semakin mencengkram melalui gaya hidup. Normalisasi keberadaan mereka pun kian nampak.
Setidak ada dua sumbu jalur penyebaran LGBTQ+. Pertama, ranah formal melalui reformasi hukum dan perundangan. Sumbu pertama ini biasanya melalui diplomasi, Lembaga PBB di skala internasional. Sedangkan di skala lokal, kampanyenya dimotori oleh LSM dan aktivis-aktivis HAM liberal yang terus bersemangat memperjuangkan reformasi hukum dan perundangan agar LGBTQ+ ini diakomodir di dunia Islam. Mereka memaksa manusia untuk mengakui keberadaan mereka sebagai sesuatu yang normal atas nama HAM. Mereka berargumen bahwa LGBTQ adalah kodrat ilahi yang harus diterima. Komunitas gay teori 'gen gay' (gay gene theory) atau teori ' lahir sebagai gay' (born gay), jadi mesti diperjuangkan hak-haknya. Namun, disisi lain mereka diam saat pelanggaran HAM Muslim Palestina dan negeri Muslim lainnya.
Kedua, ranah non formal melalui budaya populer. Sumbu kedua ini di akomodir oleh para kapitalis, khususnya para perusahaan-perusahaan teknologi, fashion, sosial media, entertainment yang memiliki market besar anak-anak muda. Mereka mengkampanyekan LGBTQ+ini melalui film-film, gaya hidup, majalah-majalah, lagu-lagu, hingga para influencer pun tidak sedikit yang menjadi pelaku LGBTQ+ ini, tidak tanggung-tanggung para content creator ini memiliki followers yang banyak dari kaum Muslim.
Lalu siapa yang diuntungkan? Pastinya para kapitalis. Merekalah yang mendulang "pink money" alias cuan yang besar sesuai dengan watak asli kapitalisme yang lihai dalam mengeksploitasi syahwat dan kesenangan manusia.
Islam Punya Solusi
Solusi satu-satunya tidak lain mengembalikan aturan kepada Allah SWT, dengan mengembalikan aturan Islam secara Kaaffah. Islam mengatur pemenuhan kebutuhan naluri manusia. LGBTQ adalah kejahatan, tindakan kriminal, bukan kodrat seperti argumentasi para komunitas gay.
Dalam Islam, LGBTQ dikenal dengan istilah Liwaat (gay) dan Sihaaq (lesbian) yang hukumnya haram. Nabi saw bersabda," Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan Nabi Luth. Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan Nabi Luth." (HR. Ahmad)
Hukumnya adalah hukuman mati. Tak ada khilafiyah di antara para fuqaha, khususnya para sahabat Nabi Saw. Nabi saw bersabda," Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, Mak bunuhlah keduanya." (HR. Al- Khamsah, kecuali an-Nasai)
Hanya saja hukuman ini tidak bisa diterapkan dalam sistem sekuler saat ini. Hukuman ini hanya bisa dilakukan oleh negara yang menerapkan sistem Islam sebagai sistem negaranya. Negara Islam akan memberikan hukuman yang berat bagi para pelaku sex menyimpang ini.
Wallahu a'lam
Tags
Opini
