Matinya Naluri Ibu di tengah Impitan Ekonomi Kapitalis



Oleh Fauziah Nabihah



Karena alasan kesulitan ekonomi, seorang ibu rumah tangga di Medan ditangkap karena menjual bayinya seharga Rp 20 juta (kompas.com, 14/08/2024).

Kasus ibu yang tega pada anaknya bukan kali ini saja terjadi. Bukan pula sekali dua kali terjadi dalam setahun, bahkan dalam sebulan.

Dari banyaknya kasus ibu menjual bayi, tampak bahwa penyebabnya bukan semata faktor individu, melainkan kondisi lingkungan masyarakat kita memang memperburuk kondisi para ibu sehingga mereka kehilangan naluri keibuannya.

Realita yang tersaji di masyarakat saat ini, menunjukkan hilangnya naluri ibu akibat kerasnya kehidupan. Himpitan ekonomi menjadi faktor yang membuat hilangnya akal sehat dan matinya naluri keibuan. Belum lagi bila sistem pendukung (support system) juga tidak berjalan, baik karena sama-sama miskin maupun individualistis.

Hanya saja, faktor-faktor penyebab itu adalah cabang permasalahan di masyarakat. Akar masalah utamanya justru ada pada rusaknya sistem kehidupan yang diberlakukan di negeri kita sekarang. Sistem sekuler kapitalisme memisahkan agama dari kehidupan, aturan buatan manusialah yang digunakan sebagai patokan, bukan berdasarkan aturan dari Sang Pencipta. 

Saat ini kita hidup di bawah sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan negara lepas tangan dari peran mengurusi rakyatnya. Negara abai pada kesejahteraan mereka, termasuk dalam penyediaan lapangan kerja bagi suami. Kondisi ekonomi yang sulit menjadi alasan para ibu itu tega menjual bayinya. Para penguasa malah sibuk memperkaya diri sendiri, keluarga, dan kroninya.

Biaya merawat bayi tidaklah sedikit, mulai dari keperluan popok, susu, pakaian, selimut, sabun, sampo, bedak, asupan makanan bergizi untuk MPASI, hingga biaya berobatmenanam terasa menambah beban berat yang sudah ada. 

Faktor pendidikan juga berperan besar dalam kasus ini. Banyaknya kasus ibu menjual anaknya menunjukkan bahwa sistem pendidikan negeri ini telah gagal menghasilkan orang-orang yang bertakwa. Asas pendidikan yang sekuler dan tujuan pendidikan yang materialistis. Islam dijauhkan dari sistem pendidikan sehingga menghasilkan orang-orang yang berbuat semaunya dan tidak takut dosa.

Banyaknya kasus ibu menjual bayinya tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Hal ini karena Islam menetapkan peran negara sebagai ra’in, yaitu pengurus urusan rakyat dan bertanggung jawab atas urusan tersebut. Kesejahteraan rakyat menjadi kewajiban negara untuk mewujudkannya.

Islam memiliki sistem ekonomi yang mensejahterakan rakyat melalui berbagai mekanisme, termasuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dengan melakukan industrialisasi sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja. 

Negara akan memastikan tiap-tiap laki-laki dewasa yang sehat bekerja untuk menafkahi diri dan keluarganya. Sedangkan perempuan tidak wajib bekerja dan tidak dalam kondisi terpaksa bekerja. Sehingga perempuan bisa fokus menjadi istri dan ibu yang mengurusi anak-anaknya tanpa pusing memikirkan nafkah, biaya pendidikan, kesehatan, dan lainnya.

Kodrat perempuan adalah menjadi ibu, menyayangi dan selalu mendampingi anak-anaknya. Ia membutuhkan curahan waktu, pikiran, tenaga, usaha keras, dan kondisi yang menunjang.

Media juga berperan mendukung terbentuknya keimanan. Tidak dibiarkan adanya kebebasan berpendapat, berperilaku, atau pun berekspresi. Konten-konten yang bertentangan dengan Islam akan dilarang tayang di media massa ataupun media sosial. Setiap ucapan, tulisan, dan tayangan harus sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, opini umum di masyarakat akan terbentuk menjadi suasana yang Islami. 

Dengan diterapkannya Islam secara menyeluruh, seorang perempuan dapat menjalankan perannya secara sempurna dengan support system dari keluarga dan negara. Artinya, hanya dengan menerapkan aturan Islam secara kafah dalam naungan Khilafah, negeri ini akan mewujudkan optimalnya fungsi keluarga.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak