HET Beras Naik, Konsumen Tercekik, Nasib Petani Pun Tak Kunjung Membaik



Oleh : Ummu Hadyan



Harga Eceran Tertinggi (HET) beras bakal naik permanen usai 31 Mei mendatang.
Kini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) tengah menyiapkan aturan tentang penetapan HET relaksasi beras yang saat ini berlaku menjadi HET permanen.

"Untuk khusus HET (relaksasi) beras diperpanjang sampai 31 Mei. Jadi, gini kita lagi workout supaya bisa ditetapkan," kata Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dikutip Detikfinance, Jumat (17/5).

Meski begitu, ia belum mau membeberkan waktu peraturan soal HET beras baru tersebut ditetapkan. "Tunggu ya, tunggu ditetapkan," imbuhnya.

Sebelumnya, Bapanas memperpanjang HET relaksasi beras yang hingga 31 Mei 2024. Semula, kebijakan yang dimulai pada 10 Maret itu akan berakhir pada 24 April 2024.

HET beras premium dan medium naik dari Rp1.000 per kg dari HET sebelumnya untuk setiap wilayah.(Cnn.indonesia.com 20/5/2024)

Akar Masalah Kenaikan Beras

Sejatinya akar masalah kenaikan beras bukan terletak pada harga namun rusaknya rantai distribusi beras. Hal ini bisa dilihat dari sektor hulu, ada larangan bagi petani untuk menjual beras langsung ke konsumen. Aturan ini membuat petani mau tidak mau menjual gabah mereka kepada tengkulak. 

Sementara dilapangan banyak perusahaan besar yang siap memonopoli gabah dari petani. Mereka membeli gabah dari petani dengan harga yang lebih tinggi dari para tengkulak kecil sehingga banyak dari mereka yang gulung tikar karna tidak mendapatkan pasokan gabah. 

Sementara disekor hilir perusahaan beras tersebut menguasai rantai distribusi. Setelah mendapat gabah dari petani mereka menggiling gabah tersebut dengan teknologi canggih sehingga memghasilkan padi berkualitas premium. Selanjutnya mereka menguasai pasar dengan menjual beras bermerk.

Monopoli perusahaan beras dari hulu sampai hilir membuat perusahaan besar mampu mempermainkan harga beras maupun menahan pasokan beras dipasar. Akhirnya terjadi kekacauan supply dan demand. Praktek ini jelas merugikan konsumen dan para petani.

Meski sebenarnya fakta ini disadari oleh sebagian publik bahkan negara juga mengetahuinya namun tidak banyak yang bisa dilakukan. Sebab praktek monopoli para mafia pangan memang lazim dalam sistem ekonomi Kapitalisme.

Sistem ekonomi ini menganut paham kebebasan kepemilikan. Asal ada modal apapun boleh dilakukan termasuk memonopoli bahan pangan. Sistem ekonomi Kapitalisme terbukti gagal menjamin kesejahteraan konsumen ataupun petani.

Penyelesaian Islam

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh negara Khilafah. Sistem ekonomi Islam terbukti berhasil menjamin kesejahteraan konsumen maupun petani. Keberhasilan ini terwujud karna prinsip sistem ekonomi Islam adalah negara wajib menjamin kesejahtetaan individu per individu. Tuntutan ini merupakan perintah dari hadits Rasulullah SAW yang berbunyi "Imam (Khalifah) adalah Ra'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya" (HR. al bukhari).

Maka terkait kenaikan harga beras Khilafah akan menyelesaikan masalah tersebut dari akar masalahnya. Jika akar masalah nya terletak pada proses produksi seperti petani kekurangan bibit, kekurangan pupuk, terkendala saprotan sehingga produksi menurun maka Khilafah akan memperbaikinya. Khilafah akan memberi subsidi bibit pupuk, maupun memberi saprotan kepada petani secara cuma cuma. Inilah bentuk periayahan (pengurusan) Khilafah kepada petani sebagaimana perintah hadits Rasul.

Khilafah juga akan memperbaiki dari sisi intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian untuk mengoptimalkan produksi gabah. Ketika produksi lancar insya Allah supply beras untuk masyarakat akan tercukupi.

Jika akar masalah nya terletak pada proses distribusi karna permainan mafia pangan seperti sekarang, maka Khilafah akan memutus rantai tersebut. 

Dalam Islam monopoli dagang, penimbunan tidak diperbolehkan karna akan merusak mekanisme pasar. Siapapun yang berani melakukannya, Khilafah akan memberikan sanksi tegas berupa ta'zir kepada mereka dan mereka wajib mengembalikan kembali barang barang tersebut ke pasar. Dengan begitu para petani bisa menjual harga beras langsung kepada konsumen/tengkulak. Sementara itu konsumen akan mendapat harga yang terjangkau dari produsen.

Selain memastikan produksi dan distribusi tidak ada kendala, Khilafah akan memastikan harga barang barang mengikuti mekanisme pasar. Pemastian ini pun merupakan ketundukan pada syariat Islam yang melarang ada intervensi harga. Rasulullah SAW bersabda " Allah-lah Dzat yang Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan rezeki, Memberi rezeki dan Mematok harga" (HR. Ahmad)

Namun Islam tidak melarang negara melakukan intervensi barang ke pasar. Kondisi ini bisa dilakukan manakala suatu wilayah tidak mampu memproduksi suatu barang karna terjadi bencana atau hal lain yang membuat produksi menurun. Kebijakan ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar ketika wilayah Syam terkena wabah yakni Khalifah meminta supply barang dari Irak.

Konsep Islam yang diterapkan Khilafah ini akan mampu menjaga kestabilan harga beras dan rakyat pun mudah membelinya. Distribusi beras pun dalam kendali negara bukan perusahaan.

Wallahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak