Ramadhan Seharusnya Jadi Momentum Penguasa untuk lebih Mengayomi Rakyat



Oleh : Mawaddah Sopie



Ramadhan akhirnya tiba juga. Datang ditahun 2024. Disambut suka cita oleh masyarakat. Tak hanya kaum muslimin. Bahkan non muslimpun ikut uporia dengan segala tradisinya. Namun kegembiraan itu bak dua sisi mata uang yang berlawanan. Secara lahir rakyat bahagia menyambut bulan yang agung ini. Akan terapi secara bathin. Masyarakat kadang jadi banyak berfikir. Dengan biaya kebutuhan pokok yang meningkat. Bikin miris dan sesak dada. Terlebih jika bahan makanan pokok seperti beras di naikkan harganya.

Seperti di Jabodetabek dan juga diberbagai daerah di Jawa barat dan sekitarnya. Beras di kota Bogor juga langka jelang ramadhan. Oleh sebab itu, harga beras jadi melambung tinggi sekitar Rp14.000 - Rp 15.000 per liternya.

Menurut Sekretaris Daerah Kota Bogor Syarifah Sofiah, setelah dianalisis oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), dan Dinas KUKM Dagin di Kota Bogor, kelangkaan beras tidak hanya terjadi di pasar tradisional, namun terjadi juga di toko serba ada atau swalayan.

Hal tersebut terjadi karena masa panen yang  tidak tepat waktu di berbagai wilayah di Indonesia. Musim kemarau panjang yang melanda beberapa bulan lalu jadi faktor pemicunya. (radarbogor.id.24/02/ 2024)

Kenaikan harga beras jelang ramadhan seharusnya tidak terjadi. Terlebih guyuran import beras terjadi begitu dahsyatnya. Kalau saja penguasa cerdik mengelola sumber daya alam dengan benar. Dari hulu sampai hilir.  ketahanan pangan pasti terpenuhi.  

Ramadhan bulan suci, bulan dilipatgandakannya amal.  Harusnya jadi momentum penguasa untuk lebih mengayomi rakyat. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Di sistem kapitalis sekuler ini. Ramadhan malah dijadikan ajang untuk memanfaatkan moment meraup keuntungan bagi segelintir orang yang kita sebut oligargi. memonopoli menguasai proses produksi, dan distribusi dengan mempermainkan harga beras. Menimbun beras tersebut di gudang dan saat harga beras tinggi, merela menjualnya. Dan itu dibiarkan begitu saja,  dianggap sah - sah saja oleh penguasa. Belum lagi peran lembaga teknis negara seperti bulog dan BUMN lainnya. Mereka harusnya menjadi penyambung lidah dan kaki tangan negara untuk mengayomi rakyat.  Bukan berperan sebagai pebisnis yang sama - sama bersaing dengan pengusaha untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Jelas hal demikian tidak mencerminkan peran fungsi negara sebagai pengayom masyarakat seperti yang diterapkan dalam sistem Islam.
    
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِه».

“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (Hr. Bukhari dan Muslim) 

Dalam sistem Islam Pangan itu akan stabil  harganya dan tidak akan terjadi kelangkaan jika penguasa mengatur langsung dari hulu hingga hilir. Karena dalam kacamata Islam penguasa itu adalah pelayan masyarakat
yang mengayomi,  melindungi dan mensejahterakan rakyat. Apalagi saat ramadhan tiba. Demi kelancaran ibadah di bulan suci ramadhan, penguasa seharusnya jauh - jauh hari memasok ketersediaan pangan untuk rakyat.  Karena sejatinya negara itu berfungsi sebagai raa'in (periayah/pelayan umat).

Adapun mekanisme khas penguasa dalam hal ini khalifah dalam mengayomi masyarakat adalah dengan cara sebagai berikut : 

1. Penguasa dijadikan pusat sentral dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat.  Dalam bidang ekonomi penguasa memastikan betul rantai distribusi dari petani sampai ke tangan konsumen.  Dalam hal ini diperhatikan betul.  Jangan sampai ada yang terdzolimi. Seandainya perusahaan swasta terlibatpun.  Harus tetap dalam kendali penguasa.  

2. Swasembada  pangan dilakukan tidak lain untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.  Dan mengantisipasi jika terjadi bencana alam,  paceklik atau melonjak nya hari karena ramadhan dan hari raya.  Kalaupun solusi impor dilakukan harus sesuai dengan ketentuan perdagangan luar negeri sesuai syariat Islam.  

3. Dalam dunia keislaman. Syariat sangat memberikan ganjaran yang besar bagi seorang muslim yang mau menghidupkan tanah atau lahan mati. 

4. Mekanisme ekonomi dilakukan melalui pengelolaan zakat, dan bantuan sosial lainnya bagi kepala rumah tangga yang sakit atau cacat.  Dan keluarganya tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok.  Sehingga menjadi tanggung jawab negara.  Namun 

Dengan begitu. Suasana kondisifitas di bulan ramadhan terjaga. Masyarakat adem ayem,  khusyu dalam beribadah di bulan suci ramadhan. Karena terjamin hidupnya dan di ri'ayah oleh penguasanya. Namun itu semua bisa terwujud jika syariat Islam tegak di muka bumi ini.  Wallohualam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak