Oleh. Lilik Yani (Muslimah Peduli Peradaban)
Setiap jelang Ramadan harga-harga kebutuhan pokok selalu naik. Akankah disebut tradisi jika hal tersebut membuat rakyat resah karena menyangkut hajat hidup keluarganya? Jika sudah jadi tradisi yang membuat rakyat galau setiap tahun, akankah dibiarkan tanpa ada perjuangan pemimpin negeri untuk mencari solusi terbaik?
Dilansir dari CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan harga komoditas pangan akan mengalami inflasi pada bulan Ramadan mendatang. Hal ini merupakan situasi musiman seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Biasanya mengacu pada data historis pada momen Ramadan harga beberapa komoditas diperkirakan meningkat," kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah dalam konferensi pers Indeks Harga Konsumen di kantornya.
Habibullah mengatakan kenaikan harga itu disebabkan permintaan yang meningkat pada bulan Ramadan. Adapun, beberapa komoditas yang berpotensi naik di antaranya, daging ayam, minyak goreng, dan gula pasir. Dia bilang kenaikan harga-harga komoditas tersebut akan mendorong tingkat inflasi secara umum. (1/3/2024)
Harga Pangan Naik, Apakah Tradisi?
Realitas naiknya harga kebutuhan pokok jelang Ramadhan ini seolah seperti tradisi jelang Ramadhan di pasar yang ada tiap tahunnya. Sehingga dampak dari tradisi jelang Ramadhan pada kenaikan harga ini dapat dirasakan oleh kaum ibu.
Memang secara langsung kaum ibu lah yang berhubungan dan bersentuhan langsung dengan kebutuhan pokok untuk keluarga khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Pada realitas tradisi jelang Ramadhan kenaikan harga bahan pokok ini bisa dijelaskan dengan hukum ekonomi. Pada hukum ekonomi kejadian ini diakibatkan permintaan pasar yang melambung tinggi sedangkan persedian barang sedikit, sehingga dengan sendirinya harga barang-barang tersebut naik. hal ini dilakukan guna menjaga kestabilan ekonomi.
Selain itu, juga dikaitkan dengan cuaca, perubahan iklim, elnino, bahkan suasana perang bisa dikaitkan dengan naiknya harga pangan terutama beras yang sudah melambung beberapa bulan sebelumnya.
Jika hal tersebut seolah sudah tradisi, maka kondisi ini tentu memberatkan rakyat, dan mengganggu kekhusyukan ibadah dalam bulan mulia ini. Maunya bisa ibadah Ramadan dengan khusyuk, tapi kepikiran belum mempunyai bahan makanan untuk berbuka dan makan sahur untuk keluarga. Akhirnya ibu harus bangkit ikut bekerja seadanya agar bisa membantu ekonomi keluarganya.
Tak sedikit para ibu yang menjadi penjual dadakan di bulan Ramadan, hanya karena ingin membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Padahal tugas utama ibu sebagai Ummu warabatul bait. Pendidikan anak-anak jadi terabaikan jika fokus ibu beralih mencari bahan dagangan, mengolah, hingga menjualnya.
Tak bisa dibayangkan betapa lelahnya. Lelah jiwa raga akibat kebutuhan pokok mahal hingga kebutuhan keluarga harus ditanggungnya. Padahal seharusnya bulan puasa Ramadan seyogyanya lebih banyak untuk ibadah dan menambah ketaqwaan kepada Allah.
Mengapa Harus Meningkat Kebutuhan di Bulan Ramadan?
Bukankah yang dimakan sama ketika bulan Ramadan dan sebelum Ramadan? Mengapa harus meningkat kebutuhan bulan Ramadan sehingga mengakibatkan harga kebutuhan melambung karena persediaan kurang?
Adakah yang salah dengan ibadah Ramadan, hingga jadi berefek semua kebutuhan pokok naik harga? Ada yang harus diluruskan berkaitan dengan naiknya kebutuhan bulan Ramadan.
Apakah puasa Ramadan mengharuskan makan dengan lauk pauk berlipat dari hari biasanya? Biasanya makan sederhana, saat Ramadan banyak yang makannya lebih mewah, hingga mengakibatkan harga mahal berlipat ganda.
Selain itu, perintah untuk zakat dan sedekah di bulan Ramadan, hingga kebutuhan bahan pokok meningkat tajam dan harga nya pun melambung. Sungguh ini permainan pasar. Tahu kalau kebutuhan pokok akan meningkat maka stok kebutuhan pangan disimpan dulu. Ketika saatnya tiba, baru dikeluarkan dan diedarkan dengan harga sangat mahal.
Lagi-lagi sistem ekonomi kapitalis yang akan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan momentum bulan Ramadan.
Sepertinya ada kesalahpahaman bagaimana seharusnya beribadah dan beramal shalih selama bulan Ramadhan sehingga berimbas pada naiknya permintaan. Islam agama yang rahmatan Lil alamin. Perintah puasa Ramadan dan segenap ibadah pendukung tujuannya untuk meningkatkan keimanan. Bukan untuk membuat umatnya menjadi susah dan resah memenuhi kebutuhan hidup.
Selain harus persiapan ilmu yang matang untuk menghadapi Ramadan. Managemen keuangan, managemen waktu, dan lainnya agar ibadah Ramadan berjalan lancar. Juga bagaimana agar kebutuhan keluarga saat Ramadan tak terlalu berbeda dengan di luar Ramadan.
Namun ada faktor penting sebagai akar masalah yaitu sistem kapitalis yang menilai semua berdasarkan uang atau kapital. Hingga suasana ibadah pun akan dikaitkan dengan gaya hidup yang kapitalis. Berbuka puasa dengan hidangan lebih mewah karena usai puasa seharian. Perintah berbagi dengan infak, zakat, sedekah, akan menjadi prestise jika dikemas mewah, apalagi dipublikasikan.
Belum lagi masalah baju baru yang akan dikenakan saat lebaran idul Fitri. Gaya hidup kapitalis akan merasa malu jika tak mengenakan baju baru saat salat idul Fitri. Apalagi saat berkunjung kepada sanak saudara. Jadilah tak cukup satu baju, bisa lebih karena setiap agenda harus mengenakan baju berbeda. Bisa dikalikan jumlah anggota keluarga. Akan membutuhkan dana berapa untuk penampilan saat beribadah?
Sungguh begitu menyiksanya hidup di era kapitalis. Jika tak ikut pada umumnya maka akan berbeda, terasing, tersisih dari pergaulan, bisa-bisa berujung dibully jika tak mengambil sikap sama seperti pada umumnya.
Bagaimana Islam memandang masalah kenaikan harga jelang Ramadan?
Jika diibaratkan, bulan suci Ramadhan laksana kebun yang penuh dengan beragam tanaman dan buah yang siap dipanen. Orang bisa memetiknya sebanyak yang ia mau. Begitulah Ramadhan, di dalamnya ada limpahan pahala yang siap diunduh oleh umat Muslim dengan cara giat beribadah. Sebab itu, wajar jika momen mulia ini menjadi kesempatan emas untuk berlomba memperbanyak ibadah.
Rasulullah sendiri setiap menjelang tiba Ramadhan selalu memotivasi para sahabat dengan menyampaikan,
"Wahai manusia, telah tiba bulan yang agung lagi mulia. Bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah telah menjadikan puasanya wajib dan shalat malamnya sebagai amal sunnah. Barangsiapa melakukan satu ibadah sunnah pada bulan ini, maka pahalanya seperti menunaikan satu kewajiban di bulan lainnya. Dan barangsiapa menunaikan satu ibadah wajib pada bulan ini, maka pahalanya seperti menunaikan tujuh puluh kewajiban di bulan lainnya. Ini adalah bulan kesabaran. Pahala kesabaran adalah surga. Juga bulan kepedulian, bulan saat rezeki orang mukmin ditambah. Barangsiapa memberi makanan berbuka untuk orang yang berpuasa pada bulan ini, maka dosa-dosanya akan diampuni, terbebas dari api neraka, dan memperoleh pahala seperti pahala orang yang ia beri makanan tadi tanpa mengurangi pahala orang itu sedikitpun.” (HR Ibnu Khuzaimah).
Sabda Rasulullah ini berpesan kepada umat muslim agar bulan Ramadhan yang memiliki limpahan ibadah sunah dan pahala tak terhingga bisa dijalani dengan sebaik mungkin. Perpindahan dari Sya’ban ke Ramadhan bukan sebatas pergantian bulan tanpa makna, tetapi merupakan peralihan dimensi spiritual yang memerlukan kesiapan iman secara matang.
Pentingnya Konsistensi Beribadah
Ibadah yang baik bukanlah amalan yang semangat dilakukan di awal tapi semakin lama semakin luntur spirit dan kualitasnya. Demikian sering kita jumpai saat Ramadhan. Awal bulan tampak semangat beribadah, tapi memasuki separuh bulan terakhir mulai redup. Padahal, kata Nabi, ibadah yang baik adalah ibadah yang dilakukan dengan konsisten, kendati tidak terlalu besar bentuknya.
Islam mendorong setiap muslim bersiap memasuki Ramadhan dengan memperbaiki amal dan banyak ibadah. Hadist Rasulullah Saw di atas akan menjadi motivasi untuk fastabiqul khairat. Berlomba-lomba dalam kebaikan. Beribadah sebanyak-banyaknya, termasuk sedekah di bulan Ramadan.
Tentunya ibadah puasa dengan aturan Islam tak mendorong untuk memenuhi gaya hidup berlebihan seperti sistem kapitalis. Islam mengatur hidup sehat tak berlebihan. Berbuka puasa bukan ajang balas dendam. Jadi semua ibadah dijalankan sewajarnya dengan memperhatikan hukum halal haram dan nilai kebaikannya.
Termasuk ketika berinfak, sedekah maupun berzakat, semua dijalankan dengan wajar. Niatnya beribadah, menolong saudara yang membutuhkan bantuan. Bukan untuk pamer yang berujung riya' dan hilang pahalanya.
Negara Memudahkan Umat Beribadah
Dalam Islam, Negara akan memudahkan rakyat dalam menjalani ibadah Ramadhan, mempersiapkan segala sesuatunya demi meraih rida Allah dan nyaman menjalankan ibadah puasa.
Umat yang paham aturan Islam tidak akan berlebihan dalam menuhi kebutuhan keluarga. Jadi belanja secukupnya tanpa harus ditandon untuk berbulan-bulan. Umat akan paham bahwa saudaranya juga membutuhkan kebutuhan tersebut.
Negara paham akan menyiapkan semua kebutuhan umatnya di bulan Ramadan. Jika ingin bersedekah atau berzakat dengan kebutuhan pokok, maka akan tersedia dengan harga terjangkau. Bukan menjadi mahal karena permintaan meningkat.
Jika pun terjadi peningkatan permintaan pasar, maka negara akan gercep untuk menyediakan. Negara akan bertindak jika ada oknum yang berlaku curang dengan menandu bahan pangan demi mengeruk keuntungan berlipat ketika di permintaan meledak.
Negara juga memberikan Pendidikan terbaik sehingga umat memiliki pemahaman yang benar atas ibadah Ramadhan, termasuk pola konsumsinya. Dengan demikian terjadi perimbangan pemahaman. Negara menyiapkan semua kebutuhan, umat memanfaatkan sesuai kebutuhan, tak ada sistem penimbunan dalam Islam
Jika semua sudah disiapkan negara, maka umat bisa menjalankan ibadah dengan tenang, penuh semangat, bahkan bisa khusyuk sesuai aturan Allah.
Bahkan pemimpin negara mendorong umatnya untuk bersegera dalam kebaikan sesuai tuntunan Allah dan RasulNya.
Sungguh, betapa indahnya jika kehidupan bermasyarakat diatur dengan aturan Islam. Tak terjadi melejitnya harga pangan jelang Ramadan karena semua sudah disiapkan negara. Dengan demikian ibadah bisa khusyuk, nikmat dan penuh berkah sesuai aturan Allah.
Siapa tak rindu aturan Islam kembali diterapkan, jika imbas-nya adalah hidup sejahtera dan ibadah khusyuk penuh rasa?
Wallahu alam bisawwab
Tags
Opini
