Oleh: Nursaroh Hidayanti
Berinvestasi pada perempuan: mempercepat kemajuan, merupakan tema yang diusung pada Hari Perempuan Internasional 2024. Menurut Dwi Faiz, Kepala Progtam UN Women Indonesia, Investasi terhadap perempuan dapat dilkukan dengan dua hal, yaitu investasi publik dan investasi individu. Level individu dapat dilakukan dengan investasi waktu belajar dengan suatu komunitas, sedangkan dari sisi publik atau pemerintah beberapa hal yang bisa dilakukan adalah alokasi dana publik untuk menunjang kesetaraan gender, seperti penyediaan penitipan anak, fasilitas dan subsidi melakukan pekerjaan perawatan, dan lainnya.
Dwi Faiz juga mengungkapkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh kelompok perempuan, mulai dari perkawinan dini, kekerasan seksual hingga kesetaraan di dunia kerja, semua sudah memiliki payung hukumnya masing-masing. Seperti, adanya UU TPKS dan ada rencana pembangunan nasional yang responsive gender. Hanya saja, implementasinya yang harus ditegaskan.
UN Women Indonesia mengusulkan beberapa usulan untuk investasi bagi perempuan, diantaranya: menyediakan platform pembelajaran gratis berbasis keterampilan, disesuaikan dengan kebutuhan belajar perempuan, serta akses ke komunitas belajar. Selain itu dengan memberikan akses ke pengembangan keterampilan kewirausahaan yang berperspektif gender dan digital untuk mendukung perempuan wirausaha berpartisipasi di ekonomi digital.
Negara didorong untuk berinvestasi dengan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk belajar dan berkarya, termasuk menyediakan cukup dana untuk mewujudkan kesetaraan gender. Hal ini dilakukan agar kelak negara mendapatkan banyak keuntungan. Disaat yang bersamaan perempuan juga didorong untuk berkarya atau bekerja agar dapat berperan atau ikut serta untuk mengentaskan kemiskinan.
Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Berbagai upaya yang dilakukan dalam puluhan bahkan ratusan kali hari perempuan goalsnya sebenarnya sama, yaitu menggaungkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Mereka berpandangan bahwa perempuan harus berdaya dan setara dengan laki-laki, termasuk dalam hal materi. Seorang perempuan akan dihargai, tidak ditindas, dan tidak dipandang sebelah mata ketika dia mampu berdaya, mandiri, menghasilkan materi, bahkan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki.
Mereka menganggap bahwa materi adalah penentu segalanya, dengan materi perempuan bisa berdaya, bisa bebas dari kemiskinan, bisa keluar dari lingkaran kekerasan seksual, dan berbagai persoalan lainnya. Disisi lain berbagai kebijakan ini diharapkan akan membantu menjalankan roda perekonomian negara dan mengentaskan kemiskinan yang ada. Sungguh, bahkan akar masalah dari berbagai permasalahan yang ada pun mereka tak faham, apalagi memberikan solusi dari masalah yang tak mereka fahami.
Keadaan ini didukung dengan atmosfer sistem kapitalisme yang menuhankan materi dan menjadikan materi sebagai tujuan dalam kehidupan. Akibatnya, masyarakat akan memandang orang-orang yang memiliki harta dan kedudukan, begitupun dalam memandang perempuan. Perempuan akan dipandang berharga jika mampu menghasilkan materi, dan sebaliknya akan dipandang sebelah mata jika sesuai fitrahnya tak bekerja. Sudut pandang ini turut mempengaruhi pandangan perempuan, perempuan cenderung bercita cita sebagai pekerja tanpa mempedulikan peran dia yang sebenarnya. Hingga tak jarang mereka yang rela menitipkan anaknya hingga mendelegasikan pengasuhannya demi cuan semata.
Alhasil, wanita sendirilah yang berkoar-koar menuntut kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, karena mereka ingin dipandang mulia dan tidak sebelah mata. Dan mirisnya lagi, para muslimah turut latah dalam memandang kampanye ini, mereka turut serta menyuarakan kesetaraan gender dan ingin diberdayakan, padahal dalam Islam mereka sangat dimuliakan.
Lahirnya Feminisme
Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan bukanlah produk dari Islam. Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan digaungkan secara masif oleh kaum Feminisme, yang saat ini turut didukung pula oleh banyak kaum muslim. Latahnya kaum muslim dalam menyikapi berbagai persoalan hari ini disebabkan oleh tidak fahamnya akar masalah dan sejarah yang ada. Sejarah lahirnya feminisme adalah ketika banyak perempuan Barat mengalami penghinaan, marjinalisasi, pelecehan, dan tidak mempunyai hak sebagaimana yang dimiliki seorang muslimah. Belum lagi perlakuan buruk dari laki-laki terhadapnya di dalam keluarga, masyarakat, dan gereja. Hal inilah yang mendorong masyarakat Barat membuat gerakan untuk menuntut hak-hak mereka. Dari sinilah munculah apa yang disebut feminisme, sebuah perspektif yang menyuarakan kesetaraan gender dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Feminisme menjadi sebuah gerakan politik untuk mewujudkan hak-hak perempuan dan berbagai kepentingannya. Hal ini dilakukan untuk menghapus diskriminasi seks dan dominasi laki-laki atas perempuan.
Rupanya, beberapa kalangan berusaha meniru penyelesaian masalah yang digunakan perempuan Barat untuk keluar dari kezaliman yang dialaminya, yaitu dengan mengimpor ide feminis yang diislamisasi menjadi konsep feminisme islam untuk memperbarui perspektif perempuan dengan meninjau ulang Islam agar terlihat modern. Mereka menyatakan bahwa agama bukanlah masalah bagi perempuan, tetapi masalahnya terletak pada metode yang salah pada penafsiaran agama dan penerapannya. Mereka berusaha meyakinkan muslimin dan muslimah bahwa apa yang dibawa feminisme Barat adalah apa yang Islam serukan, sehingga tidak ada alasan untuk menolak atau mengkritiknya, karena merupakan kumpulan ide kemanusiaan yang tinggi dan modern yang selaras dengan apa yang dinyatakan oleh Islam.
Padahal, disaat yang bersamaan dengan perjuangan perempuan Barat Islam sudah memuliakan perempuan tanpa perlu diperjuangkan. Muslimah, telah diberikan hak-haknya secara penuh oleh Islam tanpa harus menuntut, berjuang, melakukan protes, dan aksi mogok. Muslimah mempunyai hak untuk turut serta dalam hal positif dan penting di seluruh aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, pendidikan, maupun dunia kerja.
Islam Memuliakan Perempuan Tanpa Harus Diperjuangkan
Islam sangat memuliakan perempuan, berbagai aturan yang Allah turunkan bukan untuk mengekang kaum perempuan, melainkan untuk menjaga dan memuliakannya. Allah memerintahkan perempuan untuk menutup auratnya dengan jilbab dan khimarnya bukan untuk mengekangnya, melainkan untuk menjaganya agar terhindar dari pandangan yang bukan mahramnya. Islam tidak mewajibkan perempuan untuk bekerja sama sekali bukan karena mendiskriminasikannya, tetapi karena dia juga memiliki peran yang sangat mulia dirumahnya, yaitu sebagai pengurus rumah dan pendidik anak-anaknya.
Peran Negara dalam Menjaga Perempuan
Perempuan dan laki-laki selamanya tidak akan bisa setara, karena memang diciptakan bukan untuk disetarakan, melainkan untuk menjalankan berbagai peran sesuai fitrah yang Allah inginkan. Allah tidak pernah membebankan nafkah pada perempuan, Allah memikulkan kewajiban nafkaj ada pada laki-laki. Sebelum menikah perempuan dinafkahi oleh ayahnya, setelah menikah oleh suaminya, jika suaminya meninggal maka kewajiban nafkah ada pada wali atau kerabatnya, jika sudah tidak memiliki sanak saudara sama sekali maka akan ditanggung oleh negara.
Kewajiban nafkah ini bukan hanya menjadi beban tunggal laki-laki, tetapi juga disupport penuh oleh negara. Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang mudah dijangkau oleh para laki-laki, tidak seperti hari ini lapangan pekerjaan sangat susah untuk dicari. Sehingga segalanya akan berjalan dengan berkesinambungan.
Bukan hanya urusan nafkah, dalam hal muamalah Allah pun memerintahkan semua orang terdekat wanita untuk bersikap ma'ruf kepadanya, sehingga tidak akan ada kekerasan yang menimpanya. Lagi-lagi bukan materi yang menyelesaikan segala macam persoalannya, melainkan dengan penerapan hukum Allah dengan sempurna
Mengentaskan Kemiskinan Bukanlah Tugas Perempuan
Pemberdayaan perempuan dengan tujuan mendapatkan materi sehingga dapat memutar roda perekonomian dan memberantas kemiskinan sungguh jauh dari ajaran Islam. Memikulkan tugas tersebut hanyalah salah satu bentuk tidak bertanggungjawabnya negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Memberantas kemiskinan bukanlah tugas dari rakyat, apalagi perempuan, melainkan tugas dari negara. Dalam Islam negara memiliki banyak sumber pemasukan sehingga dapat dengan mudah mengentaskan kemiskinan. Keuangan negara akan dikelola di baitul mal, dan baitul mal memiliki banyak sumber pemasukan, salah satunya adalah dari pengelolaan sumber daya alam di negara tersebut. Islam mewajibkan kekayaan alam dikelola oleh negara, dan haram diprivatisasi oleh swasta. Hasil dari pengelolaan inilah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.”
(HR Abu Dawud dan Ahmad)
Bayangkan jika seluruh sumber daya alam di Indonesia dikelola oleh negara tanpa campur tangan swasta, bukankah dengan mudah kemiskinan dapat diatasi tanpa mengharapkan peran perempuan didalamnya? Sungguh tak terhitung kekayan alam di Indonesia, mulai dari tambang emas, batubara, dan berbagai gas alamnya. Sayangnya, kekayaan tersebut hanya dapat dinikmati oleh segelintir oligarki, sehingga rakyat kecil hanya bisa gigit jari, dan kesenjangan sosial tak dapat dihindari lagi.
Memang sejatinya hanya dengan diterapkannya sistem Islam secara keseluruhanlah berbagai macam ketidakadilan pada perempuan dapat terselesaikan. Sistem Islam juga mampu memberantas kemiskinan tanpa mengajak perempuan berperan dalam roda perekonomiannya.
Wallahu a'lam bish-shawwab
Tags
Opini
