Non Biner dalam Perspektif Islam




Oleh: N. Vera Khairunnisa

Beberapa waktu lalu, viral video seorang mahasiswa baru yang dikeluarkan dosen dari ruangan saat proses pengenalan kampus. Hal ini dikarenakan secara mengejutkan sang mahasiswa mengaku bahwa statusnya adalah non-biner (non binary).

Non-biner merupakan gender yang mendefinisikan dirinya bukan sebagai perempuan maupun laki-laki. Kelompok gender ini biasanya akan memosisikan dirinya bukan dari bagian kelompok gender yang telah ada, atau bahkan mempunyai gender yang lebih dari satu. (suara. com, 21/08/22)

Sikap dosen tersebut mendapat banyak dukungan dari warganet. Hal ini disebabkan mereka menganggap bahwa mahasiswa baru itu memiliki orientasi seksual sesama jenis yang menjurus ke kelompok LGBT.

Seperti yang disampaikan oleh akun @cikfenn, "agak kurang sepemahaman dengan orang-orang yang menormalisasi hal yang mereka sebut perbedaan tapi menurut aku itu lebih ke penyimpangan."

Dukungan pun datang dari Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman. Ia menyampaikan pihak kampus harus bertindak tegas mengenai jika adanya indikasi LGBT. Perkembangan paham dan kampanye Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) harus ditolak, tidak diberi ruang untuk disebarkan. (fajar. co. id, 21/08/22)

Namun sayangnya, sebagian pihak justru menganggap apa yang dilakukan sang dosen sebagai sebuah perundungan. Aktivis dan konsultan gender, Tunggal Pawestri, menilai peristiwa itu menunjukkan para pendidik di Indonesia justru tidak mengikuti dan memahami perkembangan ilmu pengetahuan soal keragaman gender dan seksualitas.

Ia meyakini di masa mendatang akan makin banyak anak muda yang terang-terangan mengidentifikasi gendernya sebagai non-biner. Maka, dia berharap Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi memastikan para mahasiswa ini tidak mengalami perundungan di lingkungan kampus.

Sementara itu, sang Rektor di Universitas terkait, justru meminta maaf atas apa yang terjadi pada mahasiswa barunya itu dan menegaskan perguruan tinggi yang dipimpinnya inklusif untuk semua orang.

"Unhas inklusif ya. Bahwa Unhas terbuka untuk semua, iya. Tapi tentu, kita juga terbuka peluang untuk ada hal-hal sedikit selip, akan kita perbaiki. Kita minta maaf kalau perlu," ujarnya kepada wartawan pekan lalu. (bbc. com, 25/08/22)

Dengan demikian, kasus dugaan perundungan dianggap telah selesai. Pendamping korban, Alita Karen mengatakan antara penyintas dengan pihak dosen telah saling memaafkan.

Menurutnya, Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan (YPMP) Sulawesi Selatan selaku pendamping hanya memastikan penyintas tetap kuliah, bebas dari intimidasi dan diskriminasi. Jadi, ucap Alita, hak-hak korban harus terpenuhi yaitu tetap kuliah. (tempo. co. id, 25/08/22)

Akibat Paham Liberal, Kaum Menyimpang Semakin Berani

Dari beberapa fakta di atas, kita bisa menyimpulkan beberapa poin sebagai berikut:

Pertama, adanya seorang mahasiswa yang dengan berani secara terbuka menyatakan diri sebagai gender netral. Hal ini tentu berbahaya karena bisa menginspirasi kaum menyimpang lain untuk lebih terbuka. Mereka merasa tidak sendiri.

Kedua, sikap dosen yang mengeluarkan dianggap sebagai perundungan, ini akan membuat para tenaga pendidik lain takut untuk bersikap tegas terhadap para pelaku penyimpangan.

Ketiga, sikap rektor yang justru malah meminta maaf dan memberikan kebebasan pada mahasiswa tersebut untuk tetap kuliah di kampusnya, ini menunjukkan bahwa kampus saat ini sudah sangat kental dengan liberalisme.

Keempat, adanya pihak-pihak tertentu yang ikut turun tangan memberikan dukungan terhadap mahasiswa, menunjukkan bahwa aktivis liberal itu memang nyata. Mereka senantiasa memastikan bahwa kaum menyimpang harus diterima di masyarakat.

Kelima, negara kita tidak memiliki payung hukum yang bisa menindak secara tegas bagi kaum menyimpang. Sebaliknya, keberadaan mereka justru dilindungi dengan dalih kebebasan dan inklusifisme.

Jika demikian, maka keberadaan kaum menyimpang akan sulit dihilangkan. Yang terjadi justru sebaliknya, mereka akan terus bermunculan, sebagaimana yang dinyatakan oleh aktivis dan konsultan gender di atas.

Padahal secara hukum pun, di negara ini hanya mengenal dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Tidak ada jenis kelamin netral. Meski ada yang menyebutkan bahwa antara gender dengan jenis kelamin merupakan dua hal yang berbeda. Namun ini malah membingungkan.

Dikutip dari sehatq. com, gender adalah karakteristik pria dan wanita yang terbentuk dalam masyarakat. Sementara itu, seks atau jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara pria dan wanita.

Beginilah yang terjadi jika manusia tidak diatur oleh aturan Pencipta. Akal manusia yang menentukan sebuah peraturan, maka akan melahirkan kekacauan dan kerusakan. Padahal, Indonesia adalah negara mayoritas muslim, namun aturan yang ada di dalamnya tidak mencerminkan sebagai negara yang Islami. 

Pandangan Islam Mengenai Penyimpangan Gender dan Orientasi Seksual

Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita melihat kasus di atas dari perspektif Islam. Hal ini bisa diuraikan sebagai berikut:

Pertama, dalam al Quran, Allah SWT. menerangkan bahwa Dia hanya menciptakan laki-laki dan perempuan. Hal ini sebagaimana dalam Quran surat al Hujurat ayat 13 berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ 
 "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan ... "

Kedua, Islam melarang adanya penyimpangan gender dan orientasi seksual, hal ini sebagaimana dalil-dalil berikut:

Dalil larangan menyerupai lawan jenis:

ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ»

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”
 [HR. Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097; Tirmidzi, no. 2991]

Mengenai lelaki yang berpenampilan dan berperilaku menyerupai wanita dan sebaliknya, ulama sepakat jika hukumnya adalah haram. Imam adz-Dzahabi dalam kitabnya, Al-Kabaair, menggolongkan perkara ini sebagai salah satu dosa besar. 

Sedangkan dalil tentang larangan perbuatan liwath (gay), Allah Ta’ala berfirman :

{إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ}

Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas. [Al-A’raaf: 81].

Pakar ilmu tafsir, Al-Baghawi
rahimahullah, menjelaskan makna “musyrifiin (melampui batas)” dalam ayat ini,

مجاوزون الحلال إلى الحرام

“Melampui batasan yang halal (beralih) kepada perkara yang haram”. [Tafsir Al-Baghawi].

Ketiga, Islam memiliki sanksi yang tegas bagi mereka yang melakukan penyimpangan.

Hukuman bagi mereka yang menyerupai lawan jenis yaitu diasingkan. Hal ini berdasarkan apa yang Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan, yaitu agar mereka diusir dari dalam rumah kita.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ، وَالمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ، وَقَالَ: «أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ» قَالَ: فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلاَنًا، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلاَنًا

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang bergaya wanita dan wanita yang bergaya laki-laki”. Dan beliau memerintahkan, “Keluarkan mereka dari rumah-rumah kamu”. Ibnu Abbas berkata:  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengeluarkan Si Fulan, Umar telah mengeluarkan Si Fulan. [HR. Al-Bukhâri, no. 5886; Abu Dawud, no. 4930; Tirmidzi, no. 2992]

Hukuman bagi pelaku liwath (gay) yaitu dihukum mati. Hal ini sebagaimana sabda Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :

( مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ )

“ Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya” [HR Tirmidzi dan yang lainnya, dishahihkan Syaikh Al-Albani]

Demikianlah konsep Islam dalam menyelesaikan masalah penyimpangan gender dan seksual. Tidak ada toleransi ataupun pemberian hak kepada mereka yang jelas-jelas melakukan sebuah dosa besar atau kriminal. Dengan begitu, kehidupan manusia akan menjadi luhur dan mulia. Wallahua'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak