Oleh: Ratih Raraswati
(Freelance writer, Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Ditengah suasana ujian sekolah saat ini, kota Jember dikejutkan dengan berita tentang 5 pelajar yang mengalami perubahan perilaku. Anak-anak usia sekolah yang semestinya belajar tersebut harus menjalani perawatan kejiwaan karena diduga mengalami kecanduan game online di smartphone. Dokter spesialis kejiwaan RSU dr. Soebandi Jember, Justina Evi mengatakan bahwa mereka menjadi pribadi yang cenderung kasar dan mudah marah. Dalam beberapa minggu terakhir, ada lima anak dan remaja yang menjalani perawatan intensif terkait kejiwaan. Gangguan perilaku yang mereka derita diyakini akibat game online Player Unknown's Battlegrounds (PUBG).
"Mereka itu kecanduan game PUBG. Mereka anak-anak dan remaja usia sekolah yang mengalami gangguan perilaku. Trennya usia 14 tahun ke bawah, siswa SD, yang harusnya tidak memegang HP Android," kata Evy. Menurutnya, mayoritas penggemar game PUBG mengalami gangguan perilaku. "Jadi seakan-akan mereka itu ingin menjadi tokoh dalam game, hingga tidak jarang sering melakukan kekerasan terhadap orang lain, seperti adik, kakak, dan anggota keluarga yang lain," imbuh Evy. (DetikNews.Senin, 1/4/2019)
Dampak dari game online semacam ini bukanlah pertama kali terjadi. Game online seolah virus yang mewabah di negeri ini, bahkan merata diseluruh penjuru dunia. Selain PUBG, banyak game yang semakin berkembang. Sebagaimana dilansir dari KOMPAS.com - Game online anak-anak Roblox semakin digemari di Android dan iOS. Kini, pengguna aktif bulanan (MAU) Roblox tercatat 90 juta pengguna, naik dari September 2018 lalu yang sebesar 70 juta pengguna. Banyaknya jumlah pengguna juga diikuti peningkatan valuasi. Valuasi Roblox saat ini mencapai 2,5 miliar dollar AS (Rp 35,3 triliun). (Kompas.com, 10/4/2019)
Kemudahan dan ijin dari orang tua kepada anak-anaknya dalam menggunakan HP juga menjadi salah satu faktor penyebab kecanduan game online. Bahkan ada orang tua yang justru membelikan anaknya HP agar tidak terpengaruh dengan pergaulan yang tidak baik, atau agar tidak mengganggu aktivitas orang tuanya. Pada kenyataannya, hal tersebut justru memiliki dampak yang negatif. Anak-anak yang suka bermain game di HP maupun komputer/laptop, justru cenderung pendiam, kurang bisa bersosialisasi bahkan terjadi gangguan pada otak. Seseorang yang mengalami adiksi, di samping mengalami keluhan secara fisik juga mengalami perubahan struktur dan fungsi otak. Gangguan pada bagian otak tersebut mengakibatkan orang yang mengalami suatu ketergantungan atau kecanduan kehilangan beberapa kemampuan atau fungsi otaknya, antara lain fungsi atensi (memusatkan perhatian terhadap sesuatu hal), fungsi eksekutif (merencanakan dan melakukan tindakan) dan fungsi inhibisi (kemampuan untuk membatasi).
“Struktur dan fungsi otaknya mengalami perubahan. Jadi, kalau kita lihat otaknya pake MRI, ada perubahan di bagian otak pre-frontal cortex”, tutur dr. Kristiana Siste, SpKJ(K) saat ditemui dari Departemen Psikiatri FK UI RSCM dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis dari Kementerian Kesehatan RI (Bisnis.com, 9/7/2018). Selain itu, pemain game online dapat mengalami gangguan tidur sehingga mempengaruhi sistem metabolisme tubuhnya, sering merasa lelah (fatigue syndrome), kaku leher dan otot, hingga Karpal Turner Syndrome.
Selain berdampak pada kesehatan, game online jelas berakibat buruk pada ekonomi. Banyak generasi muda yang rela mengeluarkan uang untuk membeli aplikasi game online. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan kesenangan tersebut. Menggunakan ponsel orang tua merupakan salah satu usaha gamers untuk mendapatkan kesenangannya. Sebagaimana kejadian yang menimpa Ririn Ike Wulandari, seorang ibu asal Kediri, Jawa Timur ramai menjadi perbincangan di media sosial sejak pekan lalu. Wanita 37 tahun ini mendapat sorotan setelah membagikan cerita mendapat tagihan lebih dari Rp11 juta untuk pembayaran game online dari operator pascabayar. (IDN Times, 15/4/2019).
Tak ada kebaikan dari game online, kalaupun ada itu tak sebanding dengan akibat buruk yang ditimbulkan. Untuk itulah, kita sebagai orang tua yang perduli dengan generasi bangsa, harus dapat memberikan perlindungan dari pengaruh buruk game online. Memberikan pemahaman akidah islam diusia dini yaitu 0-7 tahun merupakan pondasi yang tidak boleh terlewatkan. Jika anak telah memiliki ‘aqliyah (pola pikir) islam, maka dapat membentuk nafsiyah (pola sikap) yang islami juga. Jika generasi bangsa menjadikan akidah islam sebagai asas bagi ‘aqliyah dan nafsiyah-nya, maka mereka telah memiliki syakhshiyah islam. Dengan demikian, mereka tidak mudah tertarik dengan sesuatu yang mengandung kebatilan termasuk game online.
Upaya di atas memerlukan sinergi dari individu, kontrol masyarakat dan peran negara. Negara yang melakukan kontrol terhadap perkembangan teknologi dalam hal ini game online, akan lebih memudahkan menyelamatkan generasi. Rangkaian upaya pencegahan dengan menerapkan ajaran Islam untuk menyelamatkan generasi dari pengaruh game online merupakan satu-satunya cara yang harus dijalankan oleh semua pihak.
Dengan adanya berbagai kasus yang diakibatkan oleh game online, kita harus dapat mengambil langkah cepat. Menerapkan islam diseluruh aktivitas baik secara individu, bermasyarakat dan bernegara dapat melindungi generasi penerus bangsa. Dengan menerapkan islam secara menyeluruh, memudahkan generasi memiliki syakhsiyah islamiyah. Karena dengan memiliki syakhsiyah islamiyah, generasi bangsa akan merasa diawasi Allah sehingga mampu membentengi dirinya sendiri dari pengaruh buruk apapun termasuk game online. Insyallah.