Oleh Fajrina Laeli (Mahasiswi Insan Pembangunan)
Dilansir dari detik.com, 5/1/2019, harga bahan bakar minyak (BBM) Pertamax csturun. Penurunan harga Pertamax cs tersebut bervariatif. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai Pertamina lamban menyikapi harga minyak dunia. Menurutnya, Pertamina bisa menurunkan harga Pertamax cs sejak dulu.
"Harusnya dari dulu (turun). Itu kan sesuai dengan harga minyak dunia, karena memang sudah turun," kata Waktil Ketua DPR RI itu usai menjadi pembicara dialog kebangsaan di Andalus City Kota Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (1/12/2019).
Harga kebutuhan pokok minyak di Indonesia juga masih terbilang belum stabil, karena terbilang lambat menanggapi turunnya harga minyak dunia. Turunnya harga Pertamax cs ini juga bersifat kebijakan yang politis.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, seharusnya harga BBM nonsubsidi tersebut turun saat November atau Desember tahun lalu. Adapun saat ini patokan harga minyak mentah seperti Brent atau West Texas Intermediate (WTI) sudah mulai merangkak naik. (kumparan.com, 5/1/19).
Di Negara lain seperti Australia , harga BBM sudah turun sejak awal November 2018, namun Indonesia dinilai lambat dalam merespon harga minyak terhadap BBM. Lalu, penurunan BBM juga terlalu sedikit jika dibandingkan dengan harga penurunan minyak dunia.
Sejak Oktober 2018 sampai Desember 2018 harga minyak mentah sudah turun kurang lebih 30 persen dari kisaran USD 80 per barel ke sekitar USD 55 per barel. Namun, harga Pertamax per 5 Januari 2019 hanya diturunkan sebesar Rp. 200 per liter. Dengan angka ini harga BBM di Indonesia hanya turun sekitar 1.9 persen. Begitu juga dengan BBM nonsubsidi lainnya, hanya turun tak sampai 2 persen. Jika ingin disesuaikan dengan harga pasar, seharusnya harga pertamax cs turun sekitar 30 persen juga antara Rp. 1.000 sampai Rp. 2.000 per liter.
Penurunan harga itu pun baru diputuskan pada Januari 2019, sementara harga minyak dan Dollar AS sudah merosot sejak akhir Oktober. Pertamina seharusnya lebih cepat dan tanggap dalam menyesuaikan harga BBM dengan harga minyak mentah.
Jika dikaitkan dengan Pemilu tahun ini, sepertinya ada unsur kesengajaan dari pihak pemerintah untuk memanipulasi turunnya harga BBM. Faktor politisasi menjadi isu kuat dalam kebijakan turunnya harga BBM ini. Masyarakat dibuat terlena dan lengah karena harga BBM terbilang turun di masa pemerintahan sekarang. Padahal dalam kenyataannya, penurunan ini dinilai lambat dan terlalu sedikit dibandingkan dengan fakta yang terindra.
Dari ulasan tersebut, terbukti bahwa pemerintah selalu memanfaatkan keadaan demi memuluskan jalan menuju kekuasaan. Jika disandingkan dengan logika, mengapa kebijakan penurunan ini terjadi sangat lambat? Apakah kebijakan ini hanya sekedar memanfaatkan momentum untuk mendapatkan citra baik dari masyarakat? Semua jawaban sudah terperinci di atas. Tidak ada alasan mengapa pemerintah baru menurunkan BBM di bulan ini. Walau pun harga minyak mentah dunia sudah merosot dari akhir Oktober 2018.
Tahun politik adalah momentum yang baik untuk menanamkan rasa simpati kepada masyarakat. Tentunya dengan segala macam akal dan cara yang licik. Mengabaikan kepentingan masyarakat hanya untuk merebut kekuasaan. Sesungguhnya BBM adalah kebutuhan pokok yang penting bagi hajat hidup orang banyak. Kebutuhan ini tak layak dipermainkan untuk kepentingan penguasa melalui kebijakan politik.
Strategi licik nan jahat selalu memanfaatkan situasi seperti ini. Memanipulasi seolah-olah mereka adalah penguasa berhati nurani yang memikirkan kepentingan rakyat. Seperti serigala yang berbulu domba. Padahal dibalik kebijakan yang terkesan memudahkan rakyat itu terdapat drama politik yang lebih fatal bagi negeri ini di masa datang.
Kini saatnya masyarakat lebih pintar mengkaji setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebab berbagai fakta dan berita tampak jelas bahwa pemerintah tak berpihak pada rakyat. Para penguasa yang hanya peduli tentang kekuasaan untuk keuntungan.
Sistem demokrasi-kapitalis tidak akan mampu membuat kepuasan bagi masyarakat banyak. Hanya sistem Islam satu-satunya sistem yang mampu mengatasi berbagai masalah hidup bagi umat. Islam yang terbukti di masa lalu, selama 14 abad lamanya mampu memimpin dunia.
Sungguh hari ini, kembalinya sistem Islam di tengah umat merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Drama pencitraan ala rezim genderuwo terbukti tak mensejahterakan rakyat. Padahal sejatinya sejahtera adalah ketika seluruh kebutuhan rakyat telah terpenuhi, mulai dari sandang pangan dan papan yang dijamin oleh pemerintah. Namun, dimasa sekarang jangankan untuk memenuhi kebutuhan. Rakyat justru dibuat kian susah sebab kebijakan yang dipoles pencitraan. Wallahu’alam bisshawab