Oleh: Rina Yulistina S.E
Moral negeri kita dalam kondisi kronis, stadium 4. Negara yang katanya memegang budaya timur dan mayoritas muslim ini terus tergerus.
Untuk sekian kalinya kasus prostitusi online kembali mencuat, pemberitaan kasus tersebut memenuhi hampir semua platform media di negeri ini. Masyarakatpun kembali dibuat geram namun tidak sedikit masyarakat menganggab kemaksiatan sesuatu yang lumrah bahkan ada yang "mendukung" pelaku maksiat dengan cara merendahkan ibu rumah tangga. Padahal jelas bahwa hal itu tidak bisa dibandingkan, surga dan neraka sangat jelas batasnya.
Menjadi sebuah pertanyaan kenapa kasus seperti ini terus berulang? Bisa dipastikan kasus yang tak terangkat di media jauh lebih banyak. Di dalam sebuah hadist dijelaskan “Apabila perbuatan zina dan riba sudah terang-terangan di suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah rela terhadap datangnya adzab Allah untuk diri mereka,” (HR. Hakim). Masih belum tersadarkah dengan bencana bertubi tubi menghantam Ibu Pertiwi?
Masyarakat dari segala level usia disuguhi tayangan TV yang tak pernah mendidik, belum lagi konten porno di internet sangat dan teramat banyak, sedangkan pendidikan agama di sekolah dari SD hingga PT yang dibahas hanya masalah itu itu saja, pemahaman dalam keluarga terkait agama juga terbatas bahkan ada yang sama sekali tak memahami, masyarakat yang abai terhadap agama juga banyak. Permasalahannya kompleks. Ini disebabkan karena negara menerapkan sistem sekuler. Ketika suatu negara menerapkan sekulerisme, pemisahan agama dengan kehidupan. Maka seluruh lapisan masyarakat mengadopsi nilai nilai sekulerisme ini.
Manusia yang fitrahnya bergantung pada aturan Allah dipaksa oleh sistem sekuler untuk membuat aturan hidup sendiri, agama diletakan dalam bilik bilik kecil nan gelap. Dan apa yang terjadi ketika manusia membuat aturan hidupnya sendiri? Kerusakan demi kerusakan terjadi disebabkan oleh tangan manusia. Perbuatan zina dan bisnis haram tumbuh subur bak jamur dimusim hujan yang menghasilkan pundi-pundi uang. Manusia bebas berperilaku semaunya, bahkan berperilaku lebih rendah dari pada hewan pun diperbolehkan. Dan ketika diingatkan kata yang terlontar dari mereka pun "sok suci, sok bener sendiri". Kebebasan berekspresi dan berbicara diagung agungkan atas nama HAM. Sangat jelas bahwa HAM tidak ada di dalam islam, HAM hanya tumbuh di dalam demokrasi yang berasal dari sekulerisme.
Demokrasi melindungi perbuatan hina tersebut bahkan difasilitasi. Jadi jangan heran dengan hukum di negeri ini, perbuatan zina tidak dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Pelaku cukup berkata maaf dan khilaf, selesai pekara. Yang ditangkap hanya mucikari itu pun juga hanya sebentar. Lantas apakah sanggub untuk menumpas seakar-akarnya? Minimal membuat jera pelakunya? Tentu jawabannya tidak.
Negara memiliki peran yang sangat besar untuk menjaga harkat dan martabat rakyat dengan cara mengenyahkan sistem sekuler demokrasi. Setiap pemimpin akan dimintai pertangungjawaban atas apa yang menjadi amanahnya. Jika masyarakatnya rusak maka penguasa juga akan dimintai pertanggungjawaban.
Sudah saatnya kita kembali pada fitrah kita sebagai manusia yang lemah, terbatas dan bergantung pada aturan Allah. Di dalam islam sangat jelas jangan dekati zina. Menjaga pergaulan antar lawan jenis, menjaga pandangan dan hati. Semata mata takut kepada Allah, rasa takut ini bersumber dari aqidah yang tertancap kuat di hati masyarakat yang haris di tanamkan sedari usia dini. Hukum bagi pezina pun sangat tegas, bagi yang sudah menikah maka hukumannya rajam hingga meninggal, sedangkan yang belum menikah dicambuk sebanyak 100 kali. Belum lagi saksi sosial yang akan mereka terima. Hukuman seperti ini akan membuat orang yang ingin berzina berfikir ribuan kali. Sistem islam hanya bisa diterapkan hanya di khilafah. So, tidak ada keraguan untuk menerapkan sistem islam di bawah naungan khilafah?