Ulama Dalam Kubangan Lumpur Demokrasi

Oleh: Nur Fitriyah Asri (Bu Is)

Member Akademi Menulis Kreatif,

Aktivis BKMT Jember


Euporia demokrasi ibarat candu yang membius rakyat, membius semuanya membisikkan mimpi-mimpi keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, pemulihan harkat martabat kemanusiaan dan janji-janji manis lainnya. Banyak ulama yang terbius untuk mendukung dan terjun langsung dalam politik praktis mencalonkan diri sebagai caleg, calon kepala daerah sampai cawapres. Begitu  menyadari sesungguhnya demokrasi bukanlah solusi, justru sistem yang mahal, merusak dan gagal. Disitulah ulama akan terjegal dan terjungkal.


Kampanye pilpres 2019 mempertaruhkan segalanya. Keterlibatan ulama dianggap memiliki nilai strategis yang mampu mendongkrak suara. Kubu Prabowo menggunakan ijtima ulama. Sedangkan kubu jokowi, tidak tanggung-tanggung mengusung KH . M a'ruf Amin sebagai pendamping capres petahana Jokowi. Keulamaan KH Ma'ruf Amin tentu tidak diragukan lagi. Disamping sebagai ketua MUI juga sebagai Rois Aam syuriah PBNU.


Perang opinipun tak terhindarkan, KH ma'ruf Amin mempertanyakan bahkan meragukan keulamaan peserta ijtima ulama pendukung Prabowo "Apakah mereka ulama betulan?" Pernyataan yang seharusnya tidak keluar dari mulut seorang ulama besar, karena tergolong fitnah. Lebih dari itu KH Ma'ruf Amin  bersama capres dan pendukungnya tampak asik digoyang biduan dangdut diatas panggung di Tugu Proklamasi, Jakarta. Marwahnya sebagai benteng moral runtuh sudah, dampak masuk ke pusaran politik praktis.

Yang sesungguhnya beliau  dijadikan cawapres  ujungnya hanya cuma sebagai pendulang suara, kata Andrianto Presidium Persatuan Pergerakan.( Laporan: Bunaiya Fauzi Arubone, sabtu, 27 September 2018).


Masih belum cukupkah bukti bahwa demokrasi adalah sistim mahal,  gagal dan merusak?

73 tahun Indonesia merdeka, coba lihat kegagalan, kerusakan ada dimana-mana, disemua lini kehidupan, pendidikan, ekonomi, sosial budaya, keluarga, politik, peradilan, pemerintahan dll. Akar masalah dari semua itu karena demokrasi didoktrin oleh sekulerisme  yaitu memisahkan agama dengan pengaturan kehidupan. Masihkah kita berharap pada demokrasi yang tidak bisa memberikan solusi?


Demokrasi Sistem  Mahal, Rusak dan Gagal


Demokrasi sistem mahal, hanya orang-orang berduit yang bisa ikut mencalonkan menjadi penguasa dan anggota legislatif. Kekuatan modal menjadi penentu kemenangan dan pengambilan keputusan. Belum lagi biaya kampanye, biaya iklan di TV dll. Pembuatan Undang-Undang juga mahal. Dampaknya terjadi pembengkakan biaya anggaran negara. Akibatnya anggaran devisit, hutang negara melejit dan selangit.


Secara sistemik melahirkan negara korporasi hasil simbiosis mutualisme antara elit politik dan pemilik modal. Akibatnya kebijakkan bukan untuk kepentingan rakyat. Tapi untuk pemilik modal yang mendukung.  Menjadi  alat untuk mengembalikan investasi politik yang mahal dan sekaligus untuk mempertahankan kekuasaan. Karena uang dan modal sebagai panglima dampaknya praktek suap menyuap, manipulasi dan korupsi menjadi hal yang wajar. Undang-Undang bisa diperjualbelikan.

Sebuah kebohongan kalau kedaulatan ditangan rakyat. Benar-benar demokrasi sistim yang mahal.


Demokrasi adalah sistem rusak yang menghasilkan kerusakan, karena pilar utamanya kebebasan. Kebebasan ini yang melahirkan kerusakan disemua bidang. Ada 4 pilar yakni:

Pertama: Kebebasan berakidah, membuat agama tidak menjadi prinsip, orang dengan mudah menodai agama, mengaku nabi, bobroknya moral dll.


Kedua: Kebebasan berpendapat, melahirkan keliaran dalam berpendapat, sehingga menistakan agama, mencela Rasul Sholallahu 'Alaihi Wasallam dan menyebarkan kecabulan, menyebarkan hoax.


Ketiga: Kebebasan berperilaku, berdampak pornografi, pornoaksi, seks bebas, zina asal suka sama suka, aborsi, peredaran miras, LGBT dll.


Keempat: Kebebasan kepemilikan, melahirkan sistem ekonomi kapitalis liberalisme, ekonomi ribawi, eksploitasi  dan membolehkan individu menguasai dan memiliki yang menjadi harta milik umum. Rasulullah bersabda "Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal yaitu padang gembalaan, air dan api" (HR Ahmad dan Abu Dawud).


Demokrasi dijadikan alat penjajahan oleh barat, melalui pembuatan Undang-Undang  (contohnya Freeport) untuk mengalirkan kekayaan kepada barat dan memformat sesuai corak yang dikehendaki barat.


Kerusakan-kerusakan dan kebobrokan demokrasi ibarat lumpur kotor yang menjijikkan, apapun dan siapapun yang berkubang didalamnya akan menjadi kotor.


Begitu juga dengan ulama yang masuk ke dalam politik praktis  akan menjadi rusak. Karena demokrasi sistem yang rusak dan merusak. Menghalalkan segala cara demi kekuasaan. Saling jegal, saling fitnah, suap menyuap, memanipulasi suara, data,  bahkan dalil syara'. Ulama hanya dipakai sebagai "stempel" penguasa. Fatwanya menjadi pembenar dan mendukung atas kebijakan-kebijakan zholimnya. Menabrak syariat pun diterjang, melarang dan menghalagi tegaknya Khilafah, mengembangkan dan mengopinikan Islam nusantara dll. Bahayanya  menyebabkan kesesatan manusia lantaran mereka akan mengikuti ulama yang tergelincir tersebut dengan mengira sebagai kebenaran. Ulama Suu' (jahat) nantinya akan terjungkal kedalam neraka.


Hujjatul Islam Imam Al Ghazali dalam Al Ihya'

"Rusaknya rakyat itu disebabkan oleh rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa itu disebabkan oleh rusaknya ulama. Rusaknya ulama disebabkan oleh kecintaan mereka atas dunia dan penyakit

wahn".


Khilafah Sistem Politik Islam


Terjadi kontradiksi dengan demokrasi yang sumbernya dari produk akal manusia. Sebaliknya Islam berasal dari Allah SWT melalui wahyu yang diturunkan kepada Rasulnya Muhammad SAW.


Azasnya bukan sekulerisme tetapi akidah Islamiyyah yang mewajibkan penerapan syariah Islam dalam segala bidang kehidupan (QS Al Baqarah 2: 208).


Pengambilan pendapat bukan standar mayoritas, tetapi tergantung materi yang dibahas (pendapat syura) dalam Islam.


Dalam Islam tidak ada kebebasan seperti dalam demokrasi. Justru Islam mewajibkan keterikatan  manusia dengan syariat Islam.


Ulama punya peran untuk mencerdaskan umat agar taqwallah dan memuhasabahi atau amar ma'ruf nahi munkar  kepada penguasa, sehingga menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh umat maupun penguasa ( khalifah).


Dengan diterapkannya Islam secara kaffah maka terwujudlah rahmatan lil alamin. Berbeda sekali dengan sistem demokrasi yang berbiaya mahal, rusak dan merusak akhirnya menuai kegagalan.

Saatnya tinggalkan demokrasi ganti dengan sistem Islam yaitu Khilafah ala minhajjin nubuwwah.

Allahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak