Guruku Sayang Guruku Malang


Oleh : Ulfah Noor (Pemerhati Sosial Masyarakat)

Aksi unjuk rasa para guru honorer banyak terjadi di beberapa kota. Hal ini  karena adanya persyaratan dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yakni dengan membatasi usia penerimaan maksimal 35 tahun untuk menjadi CPNS, seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi  (Permen-PAN-RB) Nomor 36 dan 37 Tahun 2018.

Dengan adanya ketentuan itu, maka sudah tidak ada harapan lagi bagi para tenaga honorer yang telah mengabdi lama bahkan sampai puluhan tahun menjadi guru honorer untuk menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).  Padahal ini adalah salah satu jalan untuk para guru honorer   mendapatkan gaji dan tunjangan sebagai konsekwensi selama dia mengajar. Saat ini di negeri kita yang menerapkan sistem kapitalis,memberikan gaji atau upah yang sangat minim bagi seorang guru pencetak penerus generasi suatu bangsa, dengan pengabdian yang lama.

Dengan gaji mereka yang minim itu tentu tidak akan pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup di era saat ini. Dimana mereka digaji dengan nominal Rp.150.000 perbulan itupun dibayarkan tiga bulan sekali. Tak mengherankan jika pada akhirnya mereka melakukan unjuk rasa guna menyampaikan keprihatinan para guru. Seperti halnya pada guru honorer PGRI Kabupaten Bangep melakukan unjuk rasa dengan tuntutan meminta revisi UU ASN secepatnya, Tuntutan kedua, tunda rekruitmen   CPNS sampai ada regulasi yang mengatur penyelesaian tenaga kependidikan honorer. Dan ketiga menolak siste m pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) @jpncom (27/09).

Akhirnya wajar jika muncul pertanyaan apakah tuntutan para honorer ini terlalu mengada-ada? Jawabannya tentu tidak,,karena mereka hanya ingin mendapatkan kejelasan setatus kepegawaiannya yang telah mengabdikan diri guna mendidik generasi penerus bangsa, dan menginginkan agar kesejahteraannya lebih diperhatikan.

Inilah yang akan terjadi jika negara menerapkan sistem kapitalis, terjadi tarik ulur kepentingan, Kapitalisasi pendidikan mendorong negara berorientasi pada berlipat gandanya keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sektor ini. Mekanisme yang dijalankan, dengan memberikan upah yang sangat rendah pada pekerja (guru). Menghargai ‘jasa guru’ dengan nominal yang bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terjadi pro dan kontra sebuah kebijakan adalah hal yang biasa.

Berbeda halnya dalam islam, guru adalah profesi yang sangat mulia. Karena guru adalah seorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah SWT dan dengan ilmu itu dia menjadi perantara manusia yang lain untuk mendapatkan, memperoleh serta menuju kebaikan baik di dunia dan akhirat. Selain itu, guru tidak hanya bertugas menyampaikan ilmu, tetapi mendidik anak menjadi orang yang menpunyai adab.

Kesejahteraan guru dalam islam sangatlah diperhatikan. Sejarah Islam mencatat bahwa guru dalam negara Khilafah mendapatkan penghargaan yang tinggi berupa pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khattab memberikan gaji  pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar/bulan. Jika 1 dinar setara dengan 2.258.000, itu artinya 15 dinar x 2.258.00 = 33.870.000  tentu itu merupakan angka yang sangat besar.Dan  Hal ini akan benar-benar terjadi saat islam diterapkan. 

Perhatian para kepala negara kaum muslim (khalifah) bukan hanya tertuju pada gaji para pendidik, sarana dan prasarana untuk menunjang profesionalitas guru juga disediakan secara Cuma-Cuma. Sehingga dengan demikian guru akan fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak sumber daya manusia yang berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.

Semoga pemerintah saat ini dapat mencontoh hal tersebut, agar para guru senantiasa dapat memberikan ilmu kepada muridnya dengan baik tanpa ada beban. Sehingga para guru hanya fokus dalam mendidik tanpa harus memikirkan tentang kesejahteraan bagi dirinya, tidak memikirkan status kepegawaiannya. Wallahua’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak