Oleh : Yayat Rohayati
Menjelang akhir tahun, masyarakat kembali di hadapkan dengan fenomena yang konsisten terjadi setiap tahunnya, yaitu kenaikan sayur mayur dan komoditi pangan lainnya, di pasar-pasar tradisional dan modern. Hasil pantauan Tribunjabar.id,1 Desember 2025, beberapa harga sayur mayur di pasar Rebo, Purwakarta, mengalami kenaikan. Diantaranya cabai, bawang, wortel, kencur, dan seledri. Kenaikan yang tinggi dialami cabai rawit merah mencapai Rp70.000 per kilogram, dari harga asal Rp.40.000 per kilogram. Kemudian cabai rawit hijau dan cabai merah besar, ada di harga Rp.60.000 per kilogram dari harga asal Rp.32.000 per kilogram.
Sebuah fenomena yang seolah menjadi tradisi setiap tahunnya membuat sebagian masyarakat tak kaget lagi. Namun, terbiasa dengan kondisi seperti ini juga merupakan masalah besar yang harus diselesaikan.
Lonjakan harga sayuran dan pangan lainnya yang berkali-kali terjadi setiap akhir tahun, biasanya diakibatkan curah hujan yang tinggi. Hal ini membuat beberapa daerah pusat pertanian mengalami penurunan produksi. Cabai, bawang, wortel, tomat, dan lainnya menjadi lebih sulit dipanen. Alhasil, pasokan menurun, rantai distribusi panjang, dan biaya angkut yang mahal, membuat dampaknya berlipat ganda. Harga pun melonjak naik. Belum lagi pola konsumsi masyarakat di akhir tahun yang cenderung naik.
Mirisnya, yang paling terdampak selalu sama yakni masyarakat kelas menengah ke bawah, para pedagang kecil, dan para ibu rumah tangga yang mengatur dapur sehari-hari. Masyarakat harus menata ulang anggaran rumah tangga, demi bertahan hidup di tengah perekonomian yang sedang tidak stabil.
Termaktub dalam naskah pembukaan UUD 1945, bahwa tujuan bernegara adalah memajukan kesejahteraan umum. Namun faktanya, kebijakan yang dibuat negara lebih berpihak pada kepentingan para pemilik modal, bukan untuk rakyat.
Dengan kenaikan komoditi sayur banyak yang beranggapan bahwa petani pasti untung besar dan sejahtera. Ternyata faktanya tidak sesederhana itu. Sebab, banyak petani yang menjual hasil panennya melalui para tengkulak atau pengepul, bukan dijual langsung ke pasar. Petani pun banyak yang menjual hasil panennya lebih awal, dikarenakan takut alami gagal panen akibat cuaca ekstrem.
Akhirnya, pada saat harga melambung di pasaran, petani tetap memperoleh pendapatan yang sama. Sementara selisih keuntungan dinikmati oleh pihak-pihak dalam rantai distribusi, para pemilik modal.
Ironisnya, pola miris ini terjadi di negara agraris. Negara dengan lahan subur dan luar, seharusnya mampu mensejahterakan petani dan masyarakat. Tapi yang ada petani bekerja keras, konsumen membeli dengan mahal, dan keuntungannya berkumpul di tangan perantara. Hal ini menunjukkan ada persoalan tersistem yang harus segera dibenahi.
Negara mengambil beberapa langkah setiap kali harga pangan naik, diantaranya: operasi pasar, sidak distribusi, atau imbauan sementara kepada pedagang. Mungkin langkah-langkah tersebut bisa meredam kegelisahan publik untuk sesaat, tetapi tidak menyentuh akar persoalan.
Solusi yang diambil haruslah solusi tuntas, bukan solusi tambal sulam.
Solusi tuntas akan didapatkan dalam negara yang menerapkan syariat IsIam secara kaffah (keseluruhan), bukan negara yang mengagungkan aturan manusia, dan mencampakkan aturan Allah dalam berkehidupan.
Dalam IsIam, negara akan bekerja sesuai dengan fungsinya, yaitu meriayah umat. Negara berkewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok dan dasar lainnya. Meliputi, kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan juga keamanan.
Dalam hal penjaminan kebutuhan pangan, negara akan menjaga pasokan pangan dengan baik. Negara akan memantau pasokan pangan mulai dari produksi hingga distribusi. Harga akan mudah dikendalikan, jika negara yang mengendalikan.
Untuk produksi, para petani akan mendapat kemudahan dalam mengakses modal, bibit yang baik dan pupuk yang terjangkau. Sementara untuk distribusi, pengawasan penjual dan pembeli akan dijaga negara, supaya terwujud rantai tata niaga yang bersih.
Yang tak kalah penting, perekonomian dalam IsIam diatur sedemikian rupa, sehingga kehidupan masyarakat sejahtera dan penuh keberkahan. Asas dalam perekonomian IsIam ialah dapat meminimalisir, bahkan meniadakan praktek-praktek ribawi, menimbun, tengkulak, kartel dan lainnya. Selain itu dibarengi dengan pelaksanaan sanksi tegas bagi yang melanggar.
Rosulullah saw. bersabda:
"Tidak akan menimbun barang, kecuali orang yang berdosa." (HR. Muslim).
Wallahu a'lam.
Tags
opini