Kapitalisme Digital dan Krisis Mental Generasi Muda Indonesia



Oleh: Sukma Oktaviani, S.E 




Berbagai laporan media menunjukkan bahwa Indonesia sedang menghadapi kondisi darurat terkait penggunaan gadget dan media sosial. CNBC Indonesia mencatat bahwa tingkat kecanduan gadget masyarakat Indonesia menjadi yang tertinggi di dunia, ditandai dengan durasi penggunaan perangkat digital yang ekstrem dan tidak terkendali (www.cnbcindonesia.com 29/11/25).

Di sisi lain, CNN Indonesia memberitakan bahwa sejumlah negara telah menerapkan aturan tegas, bahkan sampai melarang anak-anak untuk mengakses media sosial guna melindungi kesehatan mental mereka. Namun, Indonesia sampai saat ini belum memiliki batasan usia atau regulasi ketat, sehingga anak-anak bebas masuk ke platform digital tanpa perlindungan memadai (www.cnnindonesia.com 24/11/25).

Kondisi ini semakin diperparah dengan temuan dari Kumparan, yang mengungkap dugaan bahwa Meta menghentikan riset internal setelah mendapati indikasi bahwa platform mereka berpotensi membahayakan kesehatan mental remaja. Temuan itu menunjukkan bahwa perusahaan teknologi mengetahui adanya risiko, namun tidak melakukan transparansi kepada publik (www.kumparan.com 26/11/25).

Rangkaian fakta tersebut menegaskan satu hal: *generasi muda Indonesia sedang terpapar bahaya serius dari kapitalisme digital*, sementara perlindungan dari negara masih jauh dari memadai.

Kapitalisme Mengabaikan Keselamatan Generasi

Kapitalisme digital menciptakan ekosistem teknologi yang hanya berorientasi pada keuntungan. Perusahaan teknologi menjadikan perhatian pengguna sebagai komoditas yang harus dipertahankan selama mungkin. Algoritma platform digital sengaja dirancang untuk mendorong kecanduan agar pengguna tidak berhenti menggulir layar.

Dalam logika kapitalisme, semakin lama seseorang menggunakan platform, semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan. Konsekuensinya, dampak buruk terhadap kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, kehilangan fokus, hingga penurunan fungsi kognitif, dianggap sebagai “biaya sampingan” yang tidak perlu ditindak secara serius.

Lemahnya aturan di Indonesia memperburuk keadaan. Tanpa batas usia yang jelas dan pengawasan konten yang memadai, anak-anak dan remaja terekspos pada konten yang tidak sesuai perkembangan mereka. Sementara negara lain sudah mengambil langkah tegas, Indonesia masih membiarkan generasi mudanya berhadapan langsung dengan teknologi yang terbukti merusak akal dan perilaku.

Pada akhirnya, kapitalisme digital menggerus ketangguhan mental generasi muda Indonesia. Mereka dibiarkan menghadapi paparan konten merusak tanpa bekal moral dan tanpa perlindungan negara, sebuah kondisi yang mengancam masa depan bangsa.

Lindungi Generasi dengan Syariat Islam

Syariat Islam menawarkan kerangka perlindungan komprehensif yang menjaga akal, moral, dan kesehatan jiwa manusia. Dalam konteks krisis digital, syariat menyediakan solusi yang bukan hanya reaktif, tetapi juga preventif dan menyentuh akar persoalan.

1. Sistem Pendidikan yang Membangun Akhlak dan Pola Pikir Sehat

Syariat Islam mewajibkan pendidikan yang menanamkan aqidah, akhlak, dan disiplin berpikir sejak dini. Dengan kurikulum yang berbasis nilai Islam, anak dibimbing untuk memilih konten yang bermanfaat dan menghindari hal yang merusak akal.

2. Peran Sentral Orang Tua dalam Pengasuhan

Orang tua memiliki tanggung jawab utama dalam membimbing, mengawasi, dan memastikan penggunaan gadget sesuai kebutuhan. Syariat menekankan pentingnya interaksi emosional dan edukatif dalam keluarga, sehingga anak tidak mencari pelarian di dunia digital.

3. Pengawasan Negara terhadap Konten dan Platform Digital

Syariat Islam mewajibkan negara menjaga masyarakat dari kerusakan moral dan intelektual. Negara harus:
Menyaring dan memblokir konten merusak
Mengatur platform digital agar tidak memicu kecanduan
Mengawasi algoritma dan aktivitas perusahaan teknologi
Melindungi anak dari konten yang tidak sesuai usia

Kebebasan bermedia tidak boleh mengorbankan keselamatan generasi.

4. Pembatasan Media Sosial untuk Anak Sesuai Prinsip Perlindungan Akal

Syariat Islam menuntut penjagaan terhadap akal. Anak-anak yang belum matang wajib dilindungi dari akses konten yang dapat merusak perkembangan mentalnya. Pembatasan usia, pembatasan waktu penggunaan, dan pengawasan ketat menjadi bagian dari ikhtiar syar’i.

5. Pengaturan AI agar Tidak Merusak Akhlak dan Akal

Teknologi kecerdasan buatan harus diarahkan untuk pendidikan dan kemaslahatan umat, bukan sekadar mengejar profit atau mempertahankan ketergantungan. Syariat memastikan teknologi selalu berada dalam koridor penjagaan akal dan moral.

Dengan penerapan syariat Islam yang mencakup pendidikan, keluarga, dan kebijakan negara, generasi muda dapat terlindungi dari kerusakan digital dan tumbuh sebagai generasi yang bermental sehat, berakhlak kuat, dan siap memimpin masa depan. Wallahualam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak