![]() |
| Foto: Reuters |
Oleh: Nurhaniu Ode Hamusa A.M. Keb.
(Freelance Writer)
Kecanggihan teknologi militer Israel dalam membombardir waga Gaza Palestina seakan memberikan kesan bahwa pasukannya merupakan pasukan yang tangguh, tak terkalahkan, gagah berani. Namun, semakin ke sini fakta berbicara lain, banyaknya drone yang dikirim tanpa awak dan pertempuran yang dilakukan secara tersembunyi dan lewat udara semakin meyakinkan bahwa pertahanan senjata Hamas tidak bisa abaikan begitu saja
Dilansir dari media Al-Wa'ie, edisi Januari – Februari – Maret 2025 M, konferensi “Ketahanan Psikologis”, yang diadakan oleh Koalisi Trauma (Israel), mengungkap data “mengkhawatirkan” yang menunjukkan dampak psikologis perang yang mendalam pada militer (Israel). Menurut data yang disajikan pada konferensi tersebut, jumlah orang yang mencari perawatan kesehatan mental meningkat empat kali lipat, sementara jumlah aktivitas di pusat-pusat tersebut melonjak sepuluh kali lipat.
Avihai Haim, koresponden urusan sosial dan kesehatan untuk situs berita Israel Walla, menulis bahwa pusat perawatan kesehatan mental telah menjadi komponen utama sistem perawatan kesehatan (Israel), terutama dengan meningkatnya insiden keamanan dan pertempuran yang sedang berlangsung, yang memerlukan perluasan layanan dan penguatan tenaga kerja di bidang ini.
Pun Karen Kapitka Huberman, seorang pejabat di Koalisi Trauma Israel (ITC), menyampaikan angka-angka sejak pecahnya perang genosida di Gaza, termasuk peningkatan 800 persen dalam jumlah konselor dan psikoterapis, 290.000 jam perawatan yang diberikan di unit rawat jalan, 8.900 orang yang berpartisipasi dalam lokakarya terapi, dan 72.000 orang yang berpartisipasi dalam intervensi berbasis masyarakat.
Data tersebut juga menunjukkan bahwa 28 persen dari populasi yang disebut “Amplop Gaza” menerima perawatan psikologis, sementara jumlah warga (Israel) yang menerima perawatan di berbagai lokasi mencapai 34.083 orang.
Inilah yang terjadi pada tentara entitas Yahudi, yang memerangi sekelompok pemuda Muslim dengan peralatan dan persenjataan hebat dan modern. Lalu, bagaimana jadinya jika yang mereka hadapi adalah satu pasukan tentara kaum Muslim? Bahkan bagaimana jika Khilafah Islam didirikan, lalu memobilisasi pasukan dan mendeklarasikan jihad? Mungkin saat itu tentara Islam tidak perlu melepaskan tembakan kepada orang-orang Yahudi, sebab mereka—in syā Allah—akan kalah hanya dengan mengumumkan perang.
Sayangnya fakta yang terjadi saat ini, banyaknya tentara kaum muslim di negeri-negeri islam tidak mampu berbuat apa-apa untuk membantu saudara muslim mereka di Palestina. Inilah kenyataan pahit, karena alasan nasionalisme kaum muslim di negeri lain tidak bisa berbuat banyak. Mereka hanya mampu memberikan makanan dan obat-obatan. Padahal sejatinya kaum muslim Palestina tidak hanya cukup membutuhkan itu, tapi juga bantuan militer yang mampu mengusir Zionis Israel dari tanah mereka.
Oleh karena itu, kaum muslim di manapun berada akan selalu memperoleh penindasan, jika tak ada lagi junnah di tengah-tengah mereka. Karena itu, sungguh umat Islam jika bersatu, maka akan dengan mudahnya mengusir penjajah dari negeri mereka. Pun para musuh-musuh Islam akan mudah dikalahkan, sebab para tentara muslim tidak takut mati di medan perang dan hal ini berbeda dengan tentara kafir penjajah. Wallahu a’lam.
