Jeritan Peternak Susu di Tengah Banjirnya Susu Impor



Oleh: Ummu Faruq



Viral beredar di berbagai media sosial, para peternak susu membuang susu hasilpanennya. Bayu Handayanto, peternak sekaligus pengepul susu mengatakan, pembuangansusu oleh petani dilakukan karena pihak industri yang menjalin kerjasama tidak lagi
berkomitmen penuh. Padahal para pengepul telah menjalin kontrak dengan pabrik susu di Jakarta ini selama 10 tahun.

Pembuangan susu dengan jumlah mencapai ratusan ton ini terpaksa dilakukan karena daya tahan susu hanya 48 jam. Susu tidak diberikan kepada warga karena jumlahnya yang
banyak dan dibutuhkannya usaha untuk menyalurkannya. Susu tersebut adalah susu segar untuk Ultra High Temperature (UHT) dan pasteurisasi yang pengolahannya dilakukan oleh
industri atau pabrik susu.
Penolakan susu ini awalnya terjadi karena pabrik beralasan perbaikan mesin, kemudian pada bulan November beralasan pasar sedang turun. Industri pabrik yang telah menjalin kontrak dengan Bayu, bersikukuh mengatakan ada pembatasan kuota karena
pasokan dalam negeri terlalu banyak. Padahal, Bayu mengatakan produksi di Indonesia hanya 20% dan kuota impor bisa mencapai 80%.

"Harusnya bisa dibuat pakai bahan baku susu dalam negeri, mereka buat pakai susu impor. Sampai hari ini, tidak hanya terjadi di satu pabrik, sampai hari ini pun banyak pabrik susu yang melakukan pembatasan. Hal serupa terjadi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat.
Kejadian buang susu ini terjadi di seluruh Jawa," terang Bayu. "Pada intinya, susu dari masyarakat itu dinomorduakan, produk dalam negeri dinomorduakan, yang diutamakan dari impor," sebutnya.

Keseriusan pemerintah perlu dipertanyakan, ketika pemerintah gencar-gencarnya menggalakkan sektor pangan daging, susu, padi, ditambah dengan program unggulan yaitu
makan siang gratis. Justru disaat yang sama, kejadian ini berbanding terbalik dengan realita para peternak yang malah membuang-buang susu.

Penyebab Susu Lokal Dinomorduakan

Pangkal permasalahan ini menurut Teguh Boediyana, Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN), adalah tidak adanya aturan tegas terkait kewajiban penyerapan susu lokal oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) menjadi pangkal persoalan ini. Di era sebelum sebelum
reformasi, pemerintah menerbitkan aturan lewat Instruksi Presiden (Inpres) yang mewajibkan IPS menyerap susu peternak lokal sehingga peternak merasa aman berproduksi karena ada kepastian pasar dan harga. 

Namun pada tahun 1997 aturan terkait kewajiban penyerapan susu lokal dicabut berdasarkan saran International Monetary Fund (IMF). Hal ini yang menjadikan IPS bisa "leluasa' tidak menyerap susu peternak lokal.
Fakta lain yang menyebabkan dinomorduakannya susu lokal yaitu Indonesia kebanjiran susu impor, sehingga tidak heran susu produksi peternak lokal tidak terserap. Hal
ini disebabkan oleh bebasnya bea masuk susu impor dari berbagai negara, seperti Australia dan Selandia Baru. 

Menurut Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, menyatakan kebijakan bebas bea masuk susu impor ini jadi pemicu utama Indonesia kebanjiran susu impor.
Bebasnya bea masuk tersebut jelas membuat harga susu impor jauh lebih murah, setidaknya 5% jauh lebih murah dibandingkan pengekspor susu global lainnya.

Kondisi diperparah dengan para Industri Pengolahan Susu (IPS) yang mengimpor
bukan dalam susu segar, melainkan berupa skim atau susu bubuk. Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono, menambahkan bahwa harga susu impor lebih murah sekitar Rp1.000
sampai Rp2.000 per liter dibanding dengan susu peternak lokal. Pembebasan bea masuk Susu
jelas merupakan kebijakan penguasa. 

Lantas patut dipertanyakan tujuan dari kebijakan ini untuk siapa? Ketika para Industri dibebaskan membeli bahan baku, disaat yang sama harga
bahan baku impor lebih murah dibandingkan lokal, bukankah jelas para Industri lebih memilih menggunakan bahan baku yang mana?

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) Sonny
Effendhi mengatakan industri membatasi penyerapan susu lokal karena kualitasnya yang tidak sesuai standar. Lengkap sudah penderitaan peternak susu lokal, ketika tidak ada jaminan
dan perlindungan dari peran negara.

Menelisik Program Susu Gratis Pemerintah

Dibalik penderitaan para peternak susu, pemerintah menggandeng 40 perusahaan untuk pengadaan susu gratis dalam program makan bergizi gratis. Pengadaan susu gratis ini
didukung dengan impor sapi perah sebanyak 1-1,5 juta ekor dalam waktu dekat. Nantinya 40 perusahaan itu yang akan melakukan teknis importasi. Sapi perah tersebut didatangkan untuk
mendukung produksi susu di dalam negeri untuk menyukseskan program Makan Siang Bergizi Gratis. Program susu gratis direncanakan akan menyasar 82 juta anak. 

Dengan begitu, dibutuhkan sekitar 40 juta liter susu. Bukan hanya menggandeng 40 perusahaan susu ternama, pemerintah juga berencana untuk menggandeng Investor Vietnam untuk berinvestasi dalam pembangunan industri sapi
perah di Indonesia. Investor asal Vietnam berencana mengembangkan industri sapi perah di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dengan mengelola lahan seluas 10.000 hektar dan membangun fasilitas pengolahan susu.

Rencana pemerintah terkait pemenuhan program ini perlu dikritisi, terkait bagaimana dampak kebijakan ini terhadap nasib peternak susu lokal di Indonesia. Apakah berdampak
positif dengan nasib peternak susu lokal? Atau malah membuat nasib peternak susu lokal semakin malang? Ketika pemerintah kerjasama dengan perusahan-perusahaan tersebut,
menggandeng investor luar, sekaligus melakukan impor sapi dalam jumlah besar. Disaat yang sama pula perusahaan tersebut diberikan kebebasan untuk mendapatkan bahan baku, dibebaskan menggunakan bahan baku susu impor ataupun menggunakan susu lokal.

Nasib Miris Peternak Susu

Sungguh malang nasib peternak susu di negara agraris, ketika negara tak ada lagi
bukti keberpihakan kepadanya. Negara yang seharusnya menjadi pengayom, malah menusuk mereka dalam wujud perselingkuhannya dengan para oligarki. Impor bukanlah solusi, bukan
pula dilakukan demi rakyat, melainkan demi kantong-kantong mereka pribadi. Membebaskan bea masuk juga jelas tidak dilakukan demi rakyat, tapi demi kepentingan para oligarki.

Sungguh tidak imbang rasanya, ketika para peternak susu kecil harus bertarung keras melawan bengisnya penguasa dan pengusaha. Para peternak dengan modal kecil dan serba terbatas, harus bertarung hebat melawan para pengusaha dengan modal besar, sekaligus ditopang oleh penguasa yang selalu melancarkan segala kehendaknya. Tak ada lagi yang
mampu menutupi borok kapitalisme, kebusukannya semakin tercium, bahkan dibongkar sendiri oleh para pelakunya. Mustahil mengharapkan perubahan dari sistem yang membuat rakyat terus mengalami penderitaan.

Pandangan Islam

Islam memandang bahwa negara berfungsi sebagai rain (pengurus rakyat), sehingga seluruh kebijakannya berpusat pada kesejahteraan rakyat. Setiap kebijakan yang dilakukan oleh penguasa demi kesejahteraan rakyat.
"Imam atau Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya." (HR Muslim dan Ahmad)

Negara akan mengupayakan tidak adanya aksi pembuangan susu masal. Negara akan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya lokal. Visi kebijakan negara Islam adalah
mengoptimalisasi seluruh potensi yang ada dalam negara. Negara juga akan memfasilitasi para peternak susu lokal untuk bisa menghasilkan susu sesuai standar, sehingga rakyat akan
mendapatkan susu berkualitas terbaik yang halal dan thayib.

Dari sisi distribusi, Negara akan mengatur distribusi susu dengan baik, agar peternak susu dapat menjual produknya kepada konsumen, baik dalam rumah tangga, industri, ataupun pasar. Negara benar-benar akan menghargai setiap jerih payah peternak. Negara hanya akan mengeluarkan kebijakan impor susu, ketika susu benar-benar tidak bisa dipenuhi oleh peternak lokal. Tapi di balik itu, negara akan terus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tanpa terus bergantung pada impor dari luar negeri.

Sungguh, begitu mulianya pengaturan Islam. Tiada aturan lain yang mampu menyejahterakan seluruh manusia dalam seluruh lapisan masyarakat, selain dari peraturan Islam. Wallahu'alam bish-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak