Oleh : Pina Purnama, S.Km
Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan kasus tuberkulosis atau (TB) terbanyak. Hal ini disampaikan dokter spesialis paru Erlina Burhan dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ada tragedi di depan mata yang kita enggak sadar. 1.060.000 kasus (TB) per tahun. Kematian 140.700 yang kalau kita bagi 16 orang per jam meninggal akibat tuberkulosis,” (Liputan6.com,17/02/24).
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 7,94% rumah tangga di Indonesia yang menempati rumah kumuh pada 2023. Ini artinya 8 dari 100 rumah tangga di Tanah Air yang tinggal di rumah kumuh sepanjang tahun lalu.
Berikut daftar 10 provinsi dengan persentase rumah tangga yang menempati rumah kumuh tertinggi di Indonesia pada 2023: Papua: 37,98%, NTT: 21,90%, DKI Jakarta: 19,27 (katadata.co.id, 13/02/24)
Menyoal Penyakit TBC menjamur di wilayah sekitar Indonesia menjadi sebuah ketakutan setiap tahun nya karena hal ini menimbulkan korban yang mengancam kesehatan, selain itu apa saja upaya pengobatan, rencana kebijakan untuk menurunkan angka kesakitan, edukasi ke masyarakat mengenai hal keadaan demografi, sosial, ekonomi yang menjadi batu sandungan berhasil nya pencegahan untuk meminimalisir penyakit ini apa saja upaya eliminasi yang dilakukan?
Kegagalan Eliminasi TBC
Penyakit TBC muncul menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan maupun pemangku kebijakan khusus nya pemerintah dalam hal ini menjadi kerja sama yang harus di selesaikan mengapa ini bisa terjadi beberapa faktor yang mendominasi faktor gaya hidup tidak sehat, minimalnya asupan makanan yang bergizi, sanitasi kotor, rumah tempat tinggal kumuh, minimnya edukasi dari ekonomi yang kurang mampu, keadaan sosial demografi yang sulit menjangkau informasi, sulitnya mendapatkan akses kesehatan problem daerah terpencil.
Minim nya edukasi tentang penyakit TBC melahirkan ketidakteraturan dalam melaksanakan prosedur pengobatan selama ( ) kerja sama pihak dokter, perawat, tenaga farmasi maupun pasien belum sepenuh nya mengontrol dengan ketat akibatnya ada resiko untuk kembali terjangkit penyakit ini.
Adanya stigma negatif terhadap fasilitas kesehatan yang kurang optimal di karenakan pasien merupakan tulang punggung keluarga dari kalangan yang kurang mampu menjadi kendala untuk tetap disiplin menjalani therapy, tidak heran keyakinan tidak muncul dari setiap pasien karena dukungan keluarga pun minim hal ini menjadi problematika yang kompleks diakibatkan oleh sistem kapitalisme yang mengatur kebijakan sistem kesehatan di negeri ini.
Pelayanan kesehatan meski geratis akan tetapi, kendala biaya transportasi, biaya kehidupan sehari - hari semakin meningkat, ini bukti dari komersialisasi pelayanan kesehatan yang tak utuh diberikan kepada masyarakat ini fakta kebijakan pelayanan kesehatan tak seutuh nya di rasakan oleh kalangan masyarakat miskin.
Islam Solusi
Sistem Islam menjamin pelayanan kesehatan yang berkualitas yang berlandaskan keimanan bukan asas manfaat atau pun dikomersialisasikan diantara upaya untuk mengeliminasi penyakit TBC diantaranya:
Pertama; pemimpin dalam Islam menerapkan sistem ekonomi Islam untuk menopang sistem kesehatan berkualitas mudah di akses, geratis mendapatkan nya karena di topang dari Baitul mal atau kas negara dari hasil pengelolaan sumber daya alam mandiri,
Kedua; khalifah atau pemimpin akan bertanggung jawab meningkatkan fasilitas kesehatan yang muktahir untuk melawan kuman TBC, meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam upaya patuh minum obat.
Ketiga; kebijakan sistem kesehatan dalam Islam memperhatikan kepengurusan umat jadi prioritas dalam hal pembangunan hunian masyarakat, sanitasi serta lapangan pekerjaan masyarakat di perluas agar memutus mata rantai polemik secara sistematis bukan lagi secara parsial. Wallahualam bishawwab.
Tags
Opini
