Muslim Uighur Menjerit, Mengapa Pemimpin Muslim Bungkam?

Chintia Ariska (Mahasiswi UHO)


Ramai pemberitaan tentang muslim Uighur di Xianjiang, China, yang dipersekusi dan didoktrinisasi oleh pemerintah Komunis China.


Sebagaimana yang dilaporkan oleh Okenews.com pada Jum'at 21 Desember 2018, wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menuturkan pemerintah belum mengeluarkan statement resmi terkait isu muslim Uighur, "Kita belum ada statement resmi, tentang apa yang terjadi di Xinjiang. Karena pihak China menjelaskan orang Uighur terkait dengan radikalisme," jelasnya.

Dilain sisi Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk turun tangan soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan China terhadap warga muslim Uighur di Xinjiang. Dia juga menyebutkan sudah mengirimkan pesan itu lewat sepucuk surat kepada Komisioner Tinggi UNCHR Michelle Bachelet. Surat itu juga ditembuskan ke Sekjen Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Yousef bin Ahmad Al-Othaimeen (CNN, Kamis, 20/12/2018).

Sejumlah pengamatpun menangkap sinyal bahwa Indonesia kurang lantang merespons persekusi China atas suku minoritas Muslim ini karena Presiden Joko Widodo hingga saat ini masih bungkam terkait persoalan Uighur.

Peneliti lembaga think thank Singapura menganggap Jokowi akan berpikir dua kali sebelum menyinggung China soal ini di depan publik, salah satunya karena kerja sama ekonomi terutama modal Beijing yang cukup besar tertanam di Indonesia. Merujuk pada data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi dari China pada periode Januari-September 2018 mencapai USD1,8 miliar.

Fakta tersebut membuktikan bahwa pemerintah sudah sangat bergantung kepada China dalam aspek ekonomi, terlebih utang Luar Negeri Indonesia yang sudah sangat menumpuk dengan China. Tentu, hal ini membuat pemerintah seolah tidak bisa berbuat apa-apa karena hal tersebut.

Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia telah dijajah secara halus lewat investasi-investasi yang ditanamkan oleh China, sehingga Indonesia tidak lagi dapat leluasa mengkritik bahkan mengutuk keras atas apa yang terjadi tehadap muslim Uighur.

Indonesia adalah negeri muslim  berpenduduk mayoritas beragama islam, yang seharusnya dapat dan mampu menolong saudara muslim di Uighur. Kita seharusnya sadar bahwa apa yang dirasakan oleh muslim di Ughur juga adalah masalah muslim di Indonesia. Sebagaimana Allah swt. berfirman dalam Al-Quran; "Sesungguhnya mukmin itu bersaudara" (TQS. Al-Hujurat:10).

Dan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Nukman bin Basyir ra., Rasulullah saw. bersabda: ”Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam”(Shahih Muslim No.4685).

Sepatutnya kita belajar dari Al Mu’tasim Billah, seorang pemimpin yang pada masanya begitu sigap mengirimkan pasukan tentaranya untuk menyelamatkan seorang perempuan muslimah yang pada saat itu sedang didzolimi. Namun pemimpin sekaliber beliau hanya ada ketika negara menjadikan Islam kaffah sebagai peraturan dalam kehidupan. Karena pemerintah yang bernaung dalam negara yang menerapkan Islam kaffah takkan membiarkan ada seorangpun dari kaum Muslim yang mendapat siksaan. Wallahua’lam.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak